Apa Salahnya Memakai Nama Esemka?
Ibnu Hamad, PRAKTISI KOMUNIKASI, PENULIS BUKU KOMUNIKASI SEBAGAI WACANA
Sumber : SINDO, 4Februari 2012
Tulisan Mbak Amelia E Maulana,PhD,berjudul “Urgent: Ganti Nama Esemka” di harian ini Rabu 18 Januari 2012 menarik dan perlu ditanggapi guna pengayaan makna atas kehadiran mobil buatan siswa-siswi SMK tersebut.
Selaku pakar di bidang merek (brand),dia memiliki alasan tersendiri mengenai pentingnya penggantian nama Esemka. Tujuannya agar merek yang baru itu,walaupun ia sendiri belum mengajukan satu pun penggantinya, jauh dari asosiasiasosiasi negatif dan bisa diterima di dunia internasional. Argumentasi keniscayaannya dia awali dengan mengutip pendapat pujangga William Shakespeare: “Apalah arti sebuah nama? A rose by any other name would smell as sweet––biar diganti namanya sekalipun,mawar akan tetap berbau harum.” Kalaulah Mbak Amelia sungguh-sungguh menghayati pernyataan Shakespeare ini, justru nama Esemka tidak perlu diganti sama sekali.
Biarkan saja apa adanya.Toh,apalah arti sebuah nama? Yang penting bau harumnya,dalam hal ini penampilan dan kualitas mobil. Mbak Amelia sendiri mengajukan tiga alasan (tiga tip) guna penggantian nama Esemka. Di bawah ini saya ringkaskan tiga tip tersebut dan saya mencoba memberinya pengayaan secara berurutan. Tip pertama, menjauh dari nama SMK. Alasannya: SMK (dibaca Esemka) adalah sekolah yang sarat dengan praktik untuk siswa. Memberikan label yang diucapkan sama bunyinya dengan SMK akan mengingatkan calon pembeli bahwa produk ini adalah produk praktik.
Hemat saya, sekurangkurangnya ada tujuh keuntungan dengan tetap menggunakan nama Esemka. Pertama,nama ini orisinal Indonesia mengingat singkatan SMK untuk sekolah menengah kejuruan itu hanya ada di Indonesia. Ini akan menjadi identitas merek (brand identity) yang khas Indonesia. Kedua, nama Esemka menjadi salah satu bukti bahwa pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan bagi kemajuan teknologi nasional. Apalagi produk SMK bukan sebatas mobil,tetapi juga laptop, in focus, kapal laut hingga pesawat terbang.
Ketiga, nama Esemka menjadi jaminan bahwa para lulusan sekolah kejuruan merupakan tenaga kerja terampil yang siap bekerja di mana saja dalam bidang apa pun. Keempat, nama Esemka telah menaikkan citra SMK.SMK juga memberi peluang bagi para lulusannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi seperti rekan-rekannya dari SMA. Kelima,nama Esemka akan mendorong lahirnya iklim yang kompetitif di antara lembaga pendidikan yang relatif sejenis, terutama dengan jenjang yang lebih tinggi, untuk melahirkan produk-produk terbaik mereka.
Sekarang saja sudah mulai muncul jargon: anak SMK saja bisa, masa perguruan tinggi tidak bisa? Keenam, nama Esemka menjadi jaminan keberlanjutan produksi mobnas karena ia melekat dengan pelaksanaan pendidikan. Selama sistem pendidikan kita berjalan,yang di dalamnya ada SMK, selama itu pengkajian dan pembuatan mobnas akan berlanjut. Ketujuh, nama Esemka menunjukkan bahwa pengembangan mobnas melalui SMK bukanlah proyek sesaat; melainkan menjadi bagian dari strategi nasional untuk kemajuan bangsa yang melekat dalam sistem pendidikan nasional.
Tip kedua. Pilih nama yang bisa diterima di dunia internasional. Untuk itu perlu nama yang cukup “enak” dan “bunyi” di telinga pasar internasional. Pertanyaannya, apa sih ukurannya internasional itu? Apakah benar yang “enak”dan “bunyi” di telinga pasar internasional itu berarti harus selalu memakai nama yang kebarat- baratan? Kiranya tidak selalu. Lagipula, tren branding yang berbasis etnografis dewasa ini kian mendapat tempat di hati konsumen. Lebih krusial lagi, salah satu aspek penting dari nama/ brand adalah aktivitas pengomunikasiannya.
Nama keren perlu, tetapi brand yang biasabiasa saja (maaf, bahkan kampungan sekalipun) akan menjadi terbiasa di telinga orang jika dilakukan publisitas secara optimal. Tip ketiga. Cari nama yang gampang diingat dan disukai. Alasannya: seorang teman merespons status FB saya dengan komentar,“Aku kira lagi ngebahas SMK alias sekolah menengah kejuruan (zaman baheula)....”Dengan tujuan pelesetan, nama Esemka disejajarkan dengan Espege (kependekan dari sales promotion girl). Jelas nama Esemka gampang diingat.
Buktinya, nama ini terus menjadi buah bibir sejak awal kemunculannya. Pro-kontra mengenai mobil ini di antara para pesohor politik dari level wali kota, gubernur, menteri hingga presiden kian menambah besar nama Esemka. Di tangan para politikus, termasuk kalangan DPR,nama Esemka mencuat bagaikan hendak menembus langit Nusantara. Ditambah pula nama Esemka selaku tanda (sign) secara semiotis memiliki petanda (signifier) yang amat banyak, yaitu SMK-SMK yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air.
Soal disukai, tampaknya sangat gegabah hanya karena seorang kawan berkomentar yang rada miring di FB, lantas menyebut nama Esemka tidak disukai. Dalam jejaring media sosial,jumlah pengikut adalah hal yang sangat penting.Kalau baru satu dua saja belum bisa dijadikan indikator. Puluhan atau ratusan saja belum dapat dipakai sebagai ukuran.Hanya kalau mengantongi angka ribuan baru diperhitungkan. Lebih kuat lagi kalau hitungannya adalah puluhan ribu,ratusan ribu,jutaan,dan seterusnya.
Dari tiga pengayaan tersebut, jelaslah nama Esemka sudah memenuhi sebuah merek yang dipersyaratkan oleh para pakar merek/brand: memiliki identitas merek tersendiri, mudah diingat dan ditiru untuk diucapkan, serta cepat populer. Lebih dari sekadar nama, kini yang penting diperhatikan adalah penampilan dan kualitas produk serta pemenuhan seluruh standar yang diperlukan sebagai mobil yang diproduksi secara massal.
Tak kalah pentingnya, kita tempatkan Esemka ini dalam semangat nasionalisme entah itu dalam bentuk pendanaan, pemasaran, penggunaan, ataupun sekadar sebutir pujian. Hanya dengan cara inilah pengembangan mobnas Indonesia akan berjalan dengan baik sebagaimana ditempuh oleh bangsa Jepang,Korea, China, ataupun Malaysia. Mereka bangga dengan karyanya sendiri. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar