Selasa, 24 Januari 2012

Mengasuh Ibu: Menyelamatkan Masa Depan Bangsa


Mengasuh Ibu: Menyelamatkan Masa Depan Bangsa
Tirta Prawita Sari, KETUA YAYASAN GERAKAN MASYARAKAT SADAR GIZI DAN
DOSEN ILMU GIZI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
 
Sumber : SINDO, 25 Januari 2012



Menyambut Hari Gizi Nasional, yang tahun 2012 jatuh pada hari ini, sudah selayaknya kita menganalisisi masalah gizi yang dihadapi bangsa kita. Salah satu yang paling penting adalah memperhatikan gizi ibu.

Kerangka konsep malanutrisi yang dibuat oleh Unicef jelas sekali meletakkan ibu sebagai bagian penting yang akan memengaruhi status gizi anak, langsung ataupun tidak. Child and mother care merupakan salah satu penyebab yang mendasari kejadian malanutrisi (underlying causes). Bentuk pola asuh yang dimaksudkan dalam kerangka konsep Unicef tersebut bukan hanya berhubungan dengan pengasuhan anak saja (child care),tapi juga membidik pada “pengasuhan ibu” (mother care).

Buruknya perhatian pada ibu akan menyebabkan terganggunya status gizi anak. Karena itu, prioritas pemenuhan gizi dalam sebuah rumah tangga adalah anak balita dan ibu hamil.Ketika sebuah rumah tangga memiliki ibu hamil, menjadi wajiblah bagi seluruh anggota keluarga lain untuk memusatkan perhatian dan segala sumber daya untuk menjaga ibu tersebut.

Perlu dipahami bahwa setiap tindakan penjagaan ibu hamil merupakan upaya menjaga aset bangsa. Segala proses pengasuhan diharapkan akan menghasilkan generasi yang sehat yang dapat tumbuh menjadi aset bangsa yang dapat diandalkan. Tingginya prevalensi anemia dan kurang energi protein pada ibu hamil, atau bahkan juga bagi kelompok perempuan usia subur, menjadi petunjuk yang cukup jelas bagaimana bangsa ini mengelola asetnya.

Tak hanya itu,buruknya sistem pelayanan kesehatan ibu hamil, persalinan, dan tidak masuknya kehamilan dalam item yang ditanggung oleh sistem asuransi, menjadi pertanda lain yang menyedihkan. Membiarkan ibu hamil dan perempuan usia subur berada dalam keadaan kurang gizi berarti telah menempatkan bangsa ini dalam bahaya.

Keberadaan seorang ibu, atau perempuan pada umumnya, merupakan investasi sempurna bila ingin mendapatkan bangsa dengan status gizi yang baik. Ibu adalah peletak dasar segala perilaku sehat di rumah. Seorang ibu yang telah tercerahkan oleh pentingnya nutrisi dan kesehatan akan menjadi lokomotif bagi keluarga dalam menjamin ketersediaan gizi seimbang.

Gizi seimbang dapat dipenuhi oleh kelompok sosial ekonomi apa pun dan sebaiknya haruslah mengikuti kearifan lokal, sehingga mudah diperoleh oleh keluarga. Segala upaya pendidikan gizi yang mencabut keluarga dari akar budaya suatu daerah akan menjadi tindakan sia-sia. Gizi seimbang juga tak hanya meliputi penyediaan dan proses pengolahan,namun bagaimana ia diantarkan hingga masuk ke dalam sistem pencernaan anak.

Persoalan utama dari rendahnya asupan gizi seimbang pada anak, bukan terletak pada ketersediaan pangan yang baik, namun pada kecerdasan ibu dalam memberikan pendekatan persuasif terhadap anak untuk menyantap menu seimbang tersebut. Upaya persuasi tersebut bukanlah hal sederhana,mengingat setiap anak memiliki selera dan kemerdekaan dalam menentukan kesukaan mereka.

Agar upaya ini berhasil,seorang ibu juga harus mampu mengendalikan faktor eksternal anak yang akan mempengaruhi selera anak. Ibu adalah pembentuk pola makan seimbang bagi anak. Seorang ibu yang tidak menyukai ikan biasanya secara tak sadar akan menularkan ketidaksukaan tersebut pada anaknya. Ibu yang melek gizi akan menyiapkan preferensi anak dari sejak dini, ia akan menyiapkan anak untuk hanya menyukai makanan bergizi baik. Ibu adalah proteksi utama sebuah keluarga dari segala bahaya kesehatan.

Edukasi

Dengan peran yang sangat penting tersebut, “pengasuhan” ibu (perempuan) menjadi krusial. Seorang remaja putri hendaknya telah dipaparkan pentingnya peran wanita (ibu) dalam menjaga aset bangsa. Sehingga pada saatnya tiba ia telah siap untuk mengemban tugas penting tersebut. Edukasi yang dilakukan secara kontinu pada kelompok ibu, kemudian diterapkan, akan menjadi “proyek”efektif dan efisien dalam mengatasi masalah gizi di Indonesia.

Tak perlu program ambisius yang menyita banyak dana, cukup siapkan saja sepasukan ibu sadar gizi, maka bangsa ini akan terlindungi dari segala masalah gizi. Telah begitu banyak negara yang memfokuskan upayanya pada wanita hamil, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Gambia dalam mengatasi masalah kurang energi protein pada wanita hamil.

Mereka menyediakan biskuit tinggi energi bagi wanita hamil untuk mengatasi masalah tingginya prevalensi bayi berat lahir rendah,dan upaya ini ternyata berhasil menurunkan prevalensi tersebut hingga 50% (1997). Contoh lain mengenai ketepatan target dan intervensi bisa dipelajari dari Pemerintah Nigeria. Analisis masalah yang kuat terhadap masalah gizi akan menghasilkan problem solving yang efektif.

Wanita di Desa Kwaren Sabre, Nigeria, memiliki beban kerja yang sangat tinggi. Tiap hari mereka harus bekerja di ladang, akibatnya tak banyak waktu dan energi yang tersedia untuk mengurus anak-anak mereka, sehingga banyak ditemukan anak dengan status gizi kurang.Kondisi yang memprihatinkan ini kemudian disikapi dengan mengurangi tanggung jawab ibu untuk bekerja di luar rumah agar mereka memiliki banyak waktu untuk memperhatikan keadaan anak-anaknya.

Pengurangan beban kerja ini berhasil menurunkan angka malanutrisi sebanyak 10% dalam waktu satu tahun (1995-1996). Dua contoh di atas, dapat menjadi inspirasi bagi kita, bahwa dengan menjadikan ibu sebagai pemain utama dalam skenario pengentasan masalah gizi di Indonesia akan sangat efektif dan efisien.

Apalagi melihat akar budaya bangsa Indonesia yang menempatkan ibu sebagai manajer rumah tangga, mengendalikan jalannya rumah tangga dengan baik, adalah faktor yang amat mendukung. Menjaga ibu dan perempuan usia subur dengan memberikan pola asuh yang baik kepadanya, berarti kita berpartisipasi memberikan perlindungan terhadap aset bangsa termasuk di dalamnya ikhtiar menyelamatkan 1.000 hari pertama kehidupan anak dan generasinya dari berbagai masalah gizi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar