Jumat, 28 Maret 2014

Merokok Membunuhmu

Merokok Membunuhmu

F Rahardi ;   Pujangga
KOMPAS,  29 Maret 2014

                                                                                         
                                                      
BEBERAPA baliho iklan rokok di Jakarta mulai mencantumkan peringatan ”Rokok membunuhmu”. Ini merupakan pemanasan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tertanggal 24 Desember 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Aditif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. PP ini sudah dilengkapi dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tertanggal 1 April 2013 berikut lampirannya. Pada Juli 2014, PP dan Permenkes itu akan sepenuhnya diterapkan.

Jadi, mulai Juli tahun ini dalam kemasan rokok akan tercantum lima peringatan berupa teks dan gambar: (1) Merokok sebabkan kanker mulut; (2) Merokok membunuhmu; (3) Merokok sebabkan kanker tenggorokan; (4) Merokok dekat anak berbahaya bagi mereka; (5) Merokok sebabkan kanker paru-paru dan bronkitis kronis. Peringatan ini akan menggantikan peringatan sebelumnya yang berupa teks berikut: ”Peringatan Pemerintah: ’Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin’.”

Teks-teks dalam lampiran Permenkes ini sebagian besar diadopsi dari tujuh peringatan serupa yang sudah terlebih dahulu diterapkan Administrasi Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat. Salah satu teks peringatan FDA itu berbunyi: ”Merokok dapat membunuhmu” (Smoking can kill you). Teks itulah yang dalam lampiran Permenkes diperpendek menjadi ”Merokok membunuhmu” yang terasa janggal karena dua kata ini  merupakan predikat—(me = mengisap) dan membunuh—dengan dua obyek (rokok dan mu, kamu). Merasa teks itu tidak enak, para penulis teks iklan rokok di baliho mengubahnya menjadi: ”Rokok membunuhmu”.

Secara tata bahasa ”rokok membunuhmu” lebih benar karena ada subyek (rokok), predikat (membunuh), dan obyek (mu, kamu). Namun, secara logika ia tak sepenuhnya benar. Rokok tidak mungkin membunuh seseorang kalau seseorang itu tidak membakar dan mengisapnya. Bahkan, rokok pun belum tentu membunuh para pengisap rokok. Secara tata bahasa dan logika,
teks yang dibuat FDA lebih tepat karena berbunyi: ”Merokok dapat membunuhmu”. Berarti, yang dapat membunuhmu bukan rokok, melainkan aktivitas merokok. Itu pun bisa ya bisa tidak sebab tidak semua perokok meninggal karena penyakit akibat zat aditif yang terkandung dalam tembakau. Bisa saja ia meninggal karena kecelakaan, penyakit lain, atau memang sudah berusia lanjut.

Selain wajib mencantumkan peringatan dengan porsi 20 persen dari luas bidang kemasan produk, Permenkes itu juga melarang perusahaan rokok mencantumkan kata-kata light, ultra light, mild, extra mild, low tar, slim, special, full flavor, premium, atau kata lain yang mengindikasikan kualitas, superioritas, rasa aman, pencitraan. Pada setiap kemasan produk tembakau juga dilarang dicantumkan keterangan atau tanda apa pun yang menyesatkan atau kata-kata yang bersifat promotif, yang memperdaya seolah-olah produk tembakau memberikan manfaat untuk kesehatan.

Ini termasuk sebuah revolusi bagi tata berpikir bangsa kita sebab selama ini logika masyarakat sudah dibengkok-bengkokkan oleh iklan, termasuk iklan rokok. Sebagai lembaga bisnis yang beromzet sangat besar, perusahaan rokok mampu membayar tinggi tim kreatif andal dengan penulis teks iklan piawai. Karena media cetak, radio, dan televisi dengan ketat membatasi iklan rokok, perusahaan-perusahaan itu membentuk lembaga untuk menjadi sponsor peristiwa musik dan olahraga. Terjadilah ironi, aktivitas olahraga dengan tujuan kebugaran tubuh didanai oleh produsen komoditas yang potensial berdampak buruk terhadap kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar