Tampilkan postingan dengan label Rusdianto. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rusdianto. Tampilkan semua postingan

Rabu, 22 Mei 2013

Kode Moral dan Muktamar Pancasila


Kode Moral dan Muktamar Pancasila
( Respon Atas Tulisan Ali Mustofa tentang "Muktamar Khilafah untuk Indonesia Lebih Baik" )
Rusdianto  ;  Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dan Dosen Universitas Muhammadiyah Madiun (UMMAD)
DETIKNEWS, 20 Mei 2013


Darimana kita mulai membangkitkan harapan baru ditengah gejala radikalisme dan libertarian - offseat?

Buku William A Smith menulis sebuah risalah pemikiran Paedagogy of the heart (2001; ix) seorang Freire mengatakan mari kita pertahankan harapan kendati realitas yang kejam mengajak kita untuk tidak berharap.

Dalam situasi demikian, perjuangan demi harapan berarti kesediaan untuk menanggalkan bentuk kenistaan, rencana tak terpuji dan ketidakpedulian. Kalau kita menanggalkan itu semua berarti kita membangkitkan dalam diri kita dan diri orang lain perlunya cita rasa harapan.

Bahasa dan kalimat yang diutarakan Freirean merupakan kata lain dari perubahan (conscientizacao) yang menginginkan cita rasa harapan baru.

Mungkin itu yang dimaksud dari apa yang ingin digambarkan oleh Ali Mustofa dalam tulisanya di detiknews.com yang mewakili Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dalam waktu mendatang akan melaksanakan muktamar diberbagai daerah.

Namun, keberanian ini tampaknya menjemput resiko berat tak terelakan dari sebuah perubahan kearah khilafah yang mereka inginkan.

Bagi Indonesia pancasila ideologi final yang tak bisa dipersandingkan dengan apapun, termasuk Al Qur’an apalagi Hadist. Mengapa demikian?, pancasila sebuah kebanggaan posculture nusantara yang memiliki batas wilayah.

Namun, tidak bagi negara yang berharap berada dibawah Al Qur’an atau Hadist. Studi kasus diberbagai negara Islam yang menganut keyakinan dibawah kendali syar’i tidak menutup kemungkinan juga melakukan penindasan dan nafsu politik korup. Sementara kalam tuhan tidak menyenangkan perbuatan demikian.

Maka harus dapat dipisahkan bahwa negara diatur dan pembentukannya dengan nalar atau keinginan manusia itu sendiri.

Tetapi bagi Al qur’an, negara adalah sebuah alat untuk mencapai kemenangan dan ketertiban diantara sekian banyak manusia dimuka bumi. Bukan dalam arti, Al Qur’an atau aturan syar’i harus berada dalam poros perebutan kepentingan kekuasaan negara.

Ajakan HTI harus pahami secara lugas dan objektif bahwa mereka ingin mengajak kita secara bersama-sama menapaki jalan yang tak berujung.

Mudah-mudahan juga, ini bukanlah ekspektasi intelektual aktivis muslim untuk mengakui apa yang dicita-citakan sebagai harapan baru. Perlu juga diketahui, pancasila merupakan rumah dunia (baca; pancasila rumah dunia, detiknews.com) yang setiap saat bertahan dalam eskalasi politik rasis – feodalism dan imprealism.

Pada umumnya juga, diakui sebagai cogito ergo sum Indonesia bahwa pancasila hadir diatas peradaban nusantara karena berfikir founding fatheryang brilliant untuk mengakomodir kepentingan nasional.

Maka, pancasila adalah sebuah cita harapan baru untuk dipertahankan dan pahami sebagai kenyamanan atas bangsa Indonesia diantara berbagai suku, agama, etnis dan warna kulit.

Kalau saja teori khilafah menjadi bagian hegemonik dari pancasila, maka sebetulnya perlu ada pemberantasan buta huruf secara efektif dan efisien dengan indikator yakni, pertama; kalau saja pancasila diasumsikan bukan faktor penggerak revolusi atau perubahan atas bangsa ini dengan metode 5 (lima) sila-nya.

Maka kepentingan nasional harus bersikukuh melakukan "pemberantasan buta huruf pancasila" tanpa tapal batas untuk mendalami dan meyakini pancasila sebagai alat perekat persatuan dan kesatuan Indonesia maupun dunia internasional.

Kedua; banyak generasi memahami kontribusi pancasila bersifat abstract dan gagal penanaman nilai sehingga sangat sulit menembus kejumudan.

Pendapat generasi seperti ini, perlu "melek sila pancasila" (revitalisasi) sehingga menjadi manusia yang berada dibawah perlindungan serta mengenal sejarah peradaban bangsanya.

Ketiga; pancasila merupakan bahasa dunia untuk kedamaian dan penghapusan perbudakan diatas segala bentuk penindasan. Ketiga indikator diatas, merupakan upaya kongkret saat ini agar semua rakyat Indonesia memahami betul apa itu pancasila.

Kalau saja dibandingkan khilafah sebuah rezim totalitarian tidak mengehendaki peran perempuan menjadi pemimpin, mereka disebut not khilafah, not is women.

Berbeda dengan pancasila yang berdiri sendiri, bukan kapitalisme, bukan juga demokratis, apalagi khilafah, dan lebih bukan lagi komunisme.

Kode Moral

Henry Hazlitt seorang pemikir tersohor di abad sekarang, sebagaimana dalam bukunya berjudul Dasar-Dasar Moralitas (2003) mengatakan manusia tumbuh dalam dunia yang telah memiliki pertimbangan moral. Pertimbangan ini dilalui setiap hari oleh manusia dengan memperhatikan prilaku orang lain.

Bukan hanya menemukan diri sendiri, menyetujui atau tidak setuju terhadap tindakan orang lain, bahkan prinsip itu lepas dari tindakan orang yang mengikuti mereka.

Begitu mendalamnya hal ini berlangsung sehingga kebanyakan diantara kita menerapkan pertimbangan ini atas prilaku sendiri sejauh tidak pertimbangkan prinsip standar nasional bangsa sendiri.

Bila mengalami kegagalan dalam mempertahankan kode moral yang biasa berlaku bagi standar ideologi bangsa sendiri. Maka kita patut bersalah atas kehendak nurani yang salah dan menyalahkan. (Henry Hazlitt 2003 : 9)

Standar kode moral pancasila berada diatas segalanya sebagai pengerem dan pelindung setiap perilaku. Sungguh menggagumkan diantara mayoritas perbedaan kepulauan dengan kekuatan sama sebagai patriot.

Mari kita temukan shaffan zaman (zaman sama) pancasila ditengah perbedaan standar moral (etik) tersebut dibandingkan dengan negara lain yang menganut paham penindas seperti kapitalisme, feodalis, libertarian, imprealism, neoliberal, dan lainya.

Kalau pun perbedaan besar itu muncul ditengah masyarakat dan generasi zaman ini, tetapi pancasila ditemukan dalam bagian persamaan yang berintikan solidarity equal and justice.

Siapapun yang menggunakan pertimbangan standar kode moral diri sendiri bersifat organisasional yang beralih mengancam keutuhan pancasila, maka sikap tersebut akan menjadi kutukan kekejaman, kepengecutan, penghianatan dan menimbulkan perpecahan.

Pancasila bukan implisit adanya, telah hadir selama bangsa ini merdeka dan lepas dari kerangkeng penjajahan dan tidak juga dibuat secara rasis.

Pancasila menunaikan kehadiranya untuk menjadi dealogue hukum keadilan seperti kode hammurabi tentang peradaban nilai damai manusia. Keadilan pancasila telah termuat dalam berbagai khasanah mozaik tulisan-tulisan peradaban, percakapan, kebudayaan, pribahasa, perintah dan undang-undang.

Sehingga pancasila tidak akan habis oleh zaman apapun, bahkan Tuhan mengakui sila pancasila sebagai refresentasi agama dan keyakinan keimanan manusia atau warga Negara Indonesia yang sama-sama ingin saling cintai antar sesama.

Sebagaimana Al Quran katakan "cintai antar sesama", dan Yohannes 13:34 juga berbunyi "perintah Aku kepadamu, cintailah satu sama lainya" serta pancasila sila kesatu dan kedua "Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab". Dengan demikian, keraguan atas pancasila, berarti sejatinya meragukan diri sendiri.

Pancasila bersifat Bhineka Tunggal Ika bermetamorfosis dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat yang penuh perbedaan. Namun pancasila mempunyai elemen hukum kemajemukan dalam menjelaskan jalan dan pedoman hidup (Syirah dan Minhaj) yang berbeda-beda bagi golongan manusia.

Sebagaimana Tuhan mengatakan "….untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang, Niscaya Allah menghendaki dan menjadikan-Nya kamu satu umat (saja), Allah hanya hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, lalu diberitahukan kepadamu dari apa yang kami perselisihkan". (QS. Al Maidah ; 48)

Ayat diatas menunjukan bahwa segala peraturan yang menjadi tumpuan dan harapan akan persatuan merupakan produk Tuhan melalui orang-orang yang berfikir untuk kemanusiaan.

Pancasila telah ditempatkan dalam alam hukum yang mengatur hubungan kehidupan antar warga dengan negaranya. Terlepas dari dinamika pejabat (person) negara yang turut memperburuk citra pancasila dengan melakukan perbuatan seronok, seperti bolos dari absensi kerja, korupsi, permainan proyek, menjadi makelar dan mendangkalkan nilai-nilai etik pancasila itu sendiri.

Muktamar Pancasila

Menakar perbedaan, persamaan dan toleransi tak terpisahkan dari elemen penting sejarah. Pemaknaan akan keragaman menjadi modal nilai (capital value) yang diutamakan bagi pembangunan character building bangsa ini.

Doktrin pancasila mampu menjadi perekat seluruh dimensi perbedaan yang bersinergis dengan pembentukan struktur sosial masyarakat yang rapih.

Memang harus diakui walaupun selama ini ancaman disintegrasi, terkikisnya kepercayaan publik, tercerabut akar budaya pribumi yang membuat pancasila terancam bangkrut dan menyuburkan kecurigaan antar sesama.

Seperti apa yang diungkapkan oleh Ali Mustopa yang mewakili Hizbut Tahrir Indonesia, dengan segala keraguan terhadap bangsa ini menghinggapinya sehingga ingin mengganti dengan khilafah.

Hal inilah sebenarnya tantangan doktrin pancasila saat ini. Dengan kondisi tersebut, pancasila harus mendikte semua generasi "buta hurup dan buta makna" sehingga penegasan eksistensi terhadap keberlangsungan bangsa ini lebih strong dalam menghadapi berbagai tantangannya dan memudahkan untuk melangkah.

Indonesia memiliki prinsip, cita dan tujuan yang sama derajatnya dengan bangsa lainnya didunia. Doktrin pancasila sebagai dasar negara, ideologi, falsafah, dan pandangan hidup yang objektif yang didalamnya terkandung nilai dasar (intrinsik), nilai instrumental dan nilai praksis. Selain itu, pancasila memiliki dimensi yaitu realita, idealisme, fleksibilitas dan nasionalisme.

Disisi lain, pancasila mengalami pergeseran cukup tajam dalam kehidupan masyarakat baik perilaku dan tindakan. Pengujian dalam era sekarang ini sebagai kebanggaan, pedoman, alat kerukunan untuk saling menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan tanpa ada keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan negara.

Oleh sebab itu, pada seluruh lembaga negara dari presiden hingga desa perlu melakukan "Muktamar Pancasila" untuk menentukan arah kepribadian bangsa dan upaya menjaga integritas keluhuranya sebagai dasar hidup.

Sehingga dapat menangkal apa yang disebut "rongsokan penyakit", seperti primordialisme, apatisme, individualism, phobia religion, permisif, materialistis, sekuler, korupsi dan kriminalitas.

Oleh karena itu "Muktamar Pancasila" merupakan wahana konsolidasi untuk perkuat doktrin pancasila sebagai solusi atas berbagai masalah.

Pancasila merupakan pandangan hidup dan falsafah bangsa Indonesia yang menjadi rujukan dunia. Selain itu, pancasila juga rahmat Tuhan yang telah diberikan untuk menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan, persatuan, kesatuan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan.

Pancasila akomodatif menganut sistem pemerintahan demokrasi berdasarkan kebijaksanaan musyawarah dan mufakat.

Dengan demikian, mendalami nilai-nilai luhur pancasila tentu kita sadar dan yakin akan keunggulan dan kedudukan tinggi serta mulia atas potensi dan martabat manusia yang dilandasi asas normatif theism -religius bahwa karya besar itu karunia Tuhan Maha Pencipta untuk disyukuri.

Integritas Pancasila

Untuk apa identitas Islam atau khilafah? Pancasila memancarkan identitas dan integritas sebagai sistem filsafat theisme-religious. Integritas demikian sebagai bagian dari keunggulan dari sistem filsafat barat timur selatan utara, karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia.

Bangsa Indonesia percaya bahwa kita mewarisi berbagai keunggulan sebagai anugerah sekaligus amanat Allah Maha Pencipta baik dari keunggulan natural yang berakar pada pandangan hidup bangsa, sehingga memenuhi prasyarat sebagai suatu ideologi terbuka.

Sekalipun suatu ideologi itu bersifat terbuka, bukan berarti keterbukaannya dapat diintervensi atau dimusnahkan. Pancasila merupakan ideologi besar sebagai suatu rangkuman gagasan-gagasan dasar yang terpadu tanpa kontradiksi dalam aspek-aspeknya yang pada hakikatnya melahirkan tata nilai universalitas.

Minggu, 05 Mei 2013

Babak Baru Islam Amerika


Babak Baru Islam Amerika
Rusdianto ;  Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Universitas Muhammadiyah Madiun
DETIKNEWS, 29 April 2013


Katakan sesungguhnya, apapun yang kalian perbuat adalah keadilan bagi semua orang. Begitulah pandangan dunia sebagai subjek kebijakan Amerika Serikat semasa Presiden George Walker Bush dan Barack Obama. Namun tidak bagi para predator yang menyebut dirinya teroris. 

Opini dan pendapat mereka, justru AS yang selama ini menjadi pemicu penyebaran terorisme di seluruh seantaro dunia. Berawal dari spekulasi kebijakan Bush pasca tragedi 11 September 2001 yang menuduh Irak sebagai pusat terorisme dan memiliki senjata pemusnah massal. Isu itu pun ilusi, terbukti dalam perjalanan waktu bahwa AS tidak bisa buktikan sama sekali tuduhan mereka. Hingga akhirnya rezim Saddah Husein hancur dan di hukum mati. Legenda 9/11 berkontemplasi di tengah harapan perdamaian penuh kecemasan karena hubungan antara Islam dan Kristen sebagai new symbol dalam tahapan berfikir para penganut agama dan kekuasaan saat itu kian renggang.

Menurut Sumiati Anastasia (Jawa Pos, 17/4), pasalnya AS di bawah komando Bush menganggap Osama Bin Laden pertama kali berbasis di Irak sebagai komponen gerakan radikal yang mewakili Islam. Osama juga berbalik menuduh Bush dan bangsa Amerika sebagai crusader yang mewakili kekristenan. Padahal, jujur, melihat akan persoalan terorisme dan fenomena radikalisasi di belahan dunia, itu jelas tidak lepas dari kebijakan invasi Afganistan dan Irak pasca tragedi 9/11 itu. 

Bagi tokoh agama kita seperti KH H Hasyim Muzadi dan delegasi lintas agama notabene menolak perang, melawat ke Vatikan Roma, berdialog agar dapat menghentikan rencana agresi militer AS ke Afganistan dan Iran. Mendiang Paulus Yohannes II mengatakan kepada para tokoh agama di dunia “perang merupakan kekalahan terbesar bagi kemanusiaan dan sekaligus bagi agama-agama” (The Jakarta Post 21 Februari 20013). 

Paus sebagai juru damai juga mengingatkan kepada Bush bahwa perang itu akan jadi preseden buruk bagi masa depan dunia terutama Islam dan Kristen. Bush, menurut istilah George Soros dalam 'Buble of American Supremacy', telah membajak tragedi 9/11 untuk mengagresi Irak. Padahal tak ada bukti dan kaitan Al Qaeda dan rezim Saddam Husein.

Toh, Bush tetap menyetir mesin perang AS, melakukan agresi, war to terrorism sembari mengajak Inggris sebagai sekutu setia dalam memburu kelompok Islam radikal di mana pun berada. Sampai berlanjut pada masa presiden Obama awal tahun 2012 lalu yang berhasil menembak mati Osama bin Laden dalam penyerangan di Islamabad, Pakistan. Namun bagi dunia muslim bersama agama lain, rasa was-was kembali menyesakkan dada, kendati program deradikalisasi AS ke berbagai negara dan kerjasama membentuk satuan pemburu teroris di setiap negara (Indonesia disebut Densus 88) merangsang kembali tumbuh kelompok radikal yang suatu saat mengancam dunia dan Amerika Serikat sendiri.

Buktinya, di sepanjang negara Timur Tengah tiada hari tanpa bom bunuh diri berkekuatan besar seperti Iraq, Afganistan, Arab Saudi, dan Libya. Peran Amerika Serikat dalam perang Irak dan Afganistan disebut sebagai motif pelaku peledakan di Maraton Boston pekan lalu. Fakta ini merupakan hasil pemeriksaan awal terhadap tersangka Dzhokhar Tsarnaev. (kompas.com, 24/04/2013)

Begitu pun di Indonesia sederet legenda dan sejarah pengeboman oleh kelompok radikal Islam dengan memusatkan sasaran pada kepemilikan Amerika dan Australia, seperti bom Bali I dan II, bom Hotel Ritz Carlton, bom Hotel Marriot, bom Gereja Solo, bom Masjid Polres Cirebon, dan bom Buku Jakarta. Belum lagi bom-bom yang tidak teridentifikasi tempatnya oleh Densus 88. Prediksi bom yang menyebar di Indonesia adalah desain ideologi kapitalis dan pembajak negara berkembang sebagai isu utama dalam menguasai dan mengontrol suatu negara tertentu.

Tersandera War Terrorism

Di tengah menggeliat kampanye Hak Asasi Manusia (HAM) secara universal dan memunculkan hukuman mati bagi para pelaku terorisme sebagai pelanggaran HAM berat yang mengakibatkan nyawa melayang dan cacat seumur hidup. Di saat itu pula kelompok Islam atau politik radikal lain menunjukkan militansi gerakan dengan merekrut generasi muda sebagai eksekutor dan pemimpin mereka dalam melancarkan agenda. 

Prinsip kelompok radikal “mati satu tumbuh seribu”, jihad dengan ideologi pilihan lebih mulia karena ingin mendapat predikat mujahid dan sahid. Mereka berpendapat bahwa desainer terorisme seperti AS bersama sekutu hanyalah kepentingan untuk tetap menjadi negara adikuasa yang bisa mengontrol dan menghakimi negara berkembang.

Namun, tidak disangkal negara ketat seperti AS dengan predikat kedigdayaan, tiba-tiba menjadi tercoreng dan masa depan pun buram karena dikagetkan oleh bom meledak berkekuatan low explosive dan sangat dahsyat. Negara desainer antiteror itu, justru kembali meradang. Pasalnya bom Boston membuat dunia Amerika maupun Eropa khawatir akan ancaman teror bom yang sewaktu-waktu bisa mengancam mereka. Akan tetapi, tidak lama kemudian FBI bekerja investigatif dan berhasil menembak pelaku teror bom tersebut.

Ada hal berbeda dengan pelaku bom Boston Tamerlan Tsarnaev dan Dzokar Tsarnaev mereka berasal dari warga negara Amerika sendiri yang berkebangsaan Chechen. Sebagaimana di beritakan media antaranews.com (22/04/2013) yang berawal dari kakek neneknya dideportasi oleh polisi rahasia Stalin dalam kampanye pengusiran massal warga etnis Chechen pada Perang Dunia II. Orangtuanya pindah ke Amerika Serikat dari Dagestan demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kemudian mereka menjadi penganut Islam.

Selama ini pemerintah Amerika hanya tau bahwa yang sering melakukan peledakan bom kelompok atau bunuh diri adalah bangsa Arab maupun umat Islam. Pemerintah Amerika yang selama ini mewakili blok barat sendiri sering mengatakan “Muhammad sang Nabi itu mengajarkan kebaikan dengan pedang” dan lebih keras lagi Barat menjustifikasi Islam sebagai agama terorisme. Sungguh sangat menyedihkan bukan?

Padahal, terus terang saja kita katakan bahwa penyebaran ideologi kapitalisme dengan segala konsekuensi menyulut api militansi manusia melawan penindasan para kaum pemodal. Padahal semua agama merupakan entitas perdamaian dan keadilan, bukan Islam, juga bukan Kristen yang harus dimusuhi.

Kini terorisme bukan dari kelompok Islam radikal saja. Bahkan dari kelompok bangsa Amerika yang kecewa terhadap berbagai kebijakan politik ekonomi dunia yang banyak merugikan semua orang. Kita juga harus sebisa mungkin mengungkapkan motif di balik peristiwa Boston secara benar dan tepat. 

Kalau dilihat dari dinamika politik dan ekonomi Amerika Serikat selalu terjadi ketegangan yang muncul ke permukaan. Terutama pada pemilihan presiden kemarin yang banyak menyisakan teka-teki atas kemenangan Obama. Bisa saja peristiwa Bom Boston ada kaitan erat dengan friksi Pemilu AS yang lalu.

Begitu juga kepada umat Islam agar tidak terprovokasi atas peristiwa pengeboman di daerah Boston tersebut. Kekhawatiran muncul kembali ketika pemerintahan Obama dan para sekutunya mencoba mengulangi isu yang sama dengan menuduh bangsa Arab dan negara Islam lain sebagai desainer pelaku Bom Boston yang terjadi beberapa waktu lalu. 

Apalagi sekarang hubungan antara Iran dan Amerika Serikat merenggang disebabkan soal nuklir dan Amerika Serikat Cs dengan Korea Utara dalam hal nuklir juga. Friksi-friksi itu tentu pasti akan muncul new issue sebagai agitasi perang terhadap Iran dan Korea Utara demi menguasai dan menumbangkan rezim.

Semua hal ini bisa saja terjadi di luar kendali PBB dan OKI sebagai perwakilan berbagai negara di dunia. Namun negara-negara lain juga ikut berusaha mencegah isu religion rasis of Judaism yang selama ini didalangi AS dan Israel sehingga peristiwa Bom Boston tidak terulang kedua kali menuduh gerakan Islam radikal sebagai penyebab kerusakan. Dunia wajib mengingatkan bangsa Amerika dan sekutunya bahwa agenda program perang terhadap terorisme menumbuhkan kebencian dan menjijikkan yang sangat luas, sehingga Amerika sendiri tersandera war terorism.

Sungguh kekhawatiran yang sangat mendalam menyelimuti bangsa Amerika khawatir dan pemerintah AS sendiri sedang mengejar para buronan yang dianggap oleh mereka terorisme. Satu pelaku sudah tumbang yakni Tamerlan Tsarnaev (26). Pelaku peledakan bom Boston ini tewas setelah baku tembak dengan polisi di permukiman padat penduduk di daerah Watertown, Massachusetts Amerika Serikat pada Kamis malam. 

Sementara Dzokhar berhasil melarikan diri awalnya, namun FBI dalam tahap pengejaran juga berhasil membekuk, sehingga Dzokar menyerah di balik perahu belakang rumah warga masyarakat setempat lalu di bawa ke Rumah Sakit Beth Israel, Boston, Massachusetts, Amerika Serikat pada selasa (23/4/2013) waktu setempat.

Otoritas setempat pun menggarisbawahi bahwa ini masih tahap pemeriksaan awal, dan akun-akun elektronik Dzhokhar masih harus diperiksa lebih lanjut untuk memastikan adanya kontak dengan jejaring kelompok radikal. Kepada para penyidik, Dzhokar mengatakan, dia dan kakaknya, Tamerlan Tsarnaev, meradikalisasi diri berdasarkan "pengetahuan" dari internet. 

Merujuk pengakuan Dzhokhar pula, penyidik tengah menelusuri benar atau tidaknya ada majalah online berbahasa Inggris Inspire yang disebut merupakan terbitan Al Qaeda. Dzhokhar mengaku belajar merakit peledak dari salah satu artikel majalah itu. (kompas.com, 24/04/2013) Kemudian, pekan depan dia akan disidang. Dzokhar terancam hukuman mati.

Bagi teroris militan sekali dan seterusnya adalah kewajiban untuk sahid. Maka siap-siaplah untuk lebih hati-hati bagi Amerika Serikat dalam menghadapi ancaman yang suatu saat mengancam siapa saja. Mereka tidak pandang bulu menyasar warga AS dari tua-renta sampai anak-anak serta fasilitas kedutaan Amerika sendiri di berbagai negara di belahan dunia harus dijaga seketat mungkin.

Babak Baru Islam Amerika

Peristiwa Bom Boston itu merupakan babak baru setelah tragedi 9/11 yang membuat Amerika menekan pelatuk mesin perang dalam memberantas terorisme. Obama sendiri dalam berbagai kesempatan pidatonya mengatakan “terorisme perbuatan keji dan biadab”. Memang benar, namun siapa penyebab dari semua ini, tentu kita harus mengkaji ulang kembali. 

Sehingga lebih enak mengurai suatu persoalan ketika menghadapi ancaman terorisme. Justru, lebih penting adalah merangkul seluruh tokoh Islam dan tokoh agama lain yang tergabung dalam lintas agama untuk menggelar deklarasi damai. Agar stigmatisasi yang muncul dapat teratasi dengan baik, tidak lagi ada friksi desain intelijen AS maupun tuduhan terhadap kelompok agama tertentu.

Hal ini babak baru bagi Islam Amerika karena per tahun perkembangan dakwah Islam di sana mencapai puluhan ribu memeluk dan meyakini Islam sebagai agamanya. Maka mau tidak mau pemerintah bersama tokoh Islam harus berbondong-bondong melindungi saudara kita yang tidak terlibat dalam segala peristiwa yang membuat sumuk (panas) situasi dan kondisi. 

Pertimbangannya adalah syiar Islam yang sangat maju di Amerika Serikat harus dipelihara sedemikian rupa, mengingat bangsa Amerika, yang mayoritas Yahudi dan Kristen, maka saling menghargai harus dipakai sebagai slogan damai. Selain itu, Islam harus menjadi agama yang benar-benar bisa mempertahankan nilai-nilai perdamaian, sehingga dapat mengukur prestasi di antara paham lain. Hal inipun tergantung individu dan berbagai kelompok yang ada bahwa kondisi yang terjadi saat ini merupakan tantangan bagi Amerika Serikat memerangi terorisme dan kesukaran bagi Islam berkembang.