Kamis, 27 Maret 2014

Di Bawah Langit Nanning

Di Bawah Langit Nanning

Sudaryanto  ;   Dosen Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta; Pengajar Tamu di Guangxi University for Nationalities dan Xiangsihu College, Nanning, Tiongkok
OKEZONENEWS,  26 Maret 2014
                                      
                                                                                         
                                                      
Buya Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, melalui tulisannya (2012) pernah menyatakan, bahwa ayat Allah itu mudah dijumpai di mana pun dan kapan pun. Pernyataan cendekiawan asal Sumpurkudus, Sumatera Barat itu, sepenuhnya penulis amini. Di Kota Nanning, tempat kami tinggal saat ini, juga saya temukan ayat-ayat Allah. Apa-apa sajakah ayat-ayat Allah yang berada di kota yang termasuk ke dalam Provinsi Guangxi, Tiongkok itu?

Saya pernah menyimak ungkapan yang entah dari siapa atau dari mana, saya agak lupa, kira-kira ungkapan tersebut berbunyi: “Ketika kamu berada di luar negeri dan bertemu dengan orang Indonesia, maka sesungguhnya ia merupakan saudara bagimu, kendatipun berbeda agama, bahasa daerah, ras, status sosial, warna kulit, dan sebagainya.” Inti dari ungkapan tersebut ialah, bahwa meskipun kita berbeda-beda namun kita juga tetap orang Indonesia.

Bahkan, kami juga berjumpa dan akhirnya pun bersahabat dengan orang-orang dari luar negeri, seperti India, Malaysia, Myanmar, dan Thailand, selain juga orang Tiongkok. Atas dari itu, teringatlah kita semua akan ayat Allah untuk saling kenal-mengenal, meskipun tentu ada perbedaan di antara kita satu sama lainnya. Tuan dan Puan, di bawah langit Kota Nanning, mata hati saya dibukakan oleh Allah untuk betul-betul menyimak ayat-Nya tersebut.

Berbeda tapi Bersaudara

Di Kota Nanning, kami memiliki tetangga yang luar biasa baiknya kepada kami. Ada Ibu Noraini binti Abdul Hamid dari Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) Kuala Lumpur. Kami biasa memanggilnya Bundo Aini. Beliau sudah lima tahun sebagai pengajar bahasa Melayu/Malaysia di kampus Guangxi University for Nationalities (GXUN). Selain pandai mengajar, beliau juga pandai memasak, khususnya masakan khas Malaysia. Masakan buatannya sungguh enak dan lezat.

Ada pula Mas Arief Hidayat Muhtar dan Mbak Tri Amalia Lestari beserta anaknya, Chalief. Keluarga muda ini sudah tiga tahun berada di Kota Nanning. Mas Arief mengajar di kampus Xiangsihu College, sementara Mbak Amalia mengajar di kampus GXUN. Keduanya sama-sama pengajar bahasa Indonesia, dan keduanya sama-sama lulusan UAD Yogyakarta. Seperti Bundo Aini, keduanya pun suka memasak, khususnya masakan khas Indonesia.

Berikutnya, ada pula trio mahasiswa Universitas Tanjungpura (Untan), Kalimantan Barat: Lius, Restu Adeliana, dan Rizka Damayanti. Lius merupakan pemeluk agama Buddha, Restu pemeluk agama Kristen, dan Rizka pemeluk agama Islam. Ketiganya merupakan mahasiswa Pendidikan Bahasa Mandarin Untan yang tekun belajar dan senang membantu. Mereka kini mendapatkan beasiswa belajar bahasa Mandarin di kampus GXUN selama setahun.

Selain itu, kami juga bersahabat dengan beberapa mahasiswa asal Tiongkok yang sedikit-banyak bisa berbahasa Indonesia. Ada Hendri, mahasiswa saya asal Baise yang sering membantu persoalan teknis di kelas. Kemudian ada Luna, mahasiswa saya yang tekun membaca buku, dan sesekali bertanya soal kata atau istilah bahasa Indonesia. Ada pula Lestari, Nino, Puspita, Linda, dan Lulu yang hobinya bernyanyi lagu-lagu Indonesia.

Lantas, ada Adit, Fajar, Wahyu, dan Rizal yang memiliki kegemaran terhadap sepak bola dan games. Ada juga Wiwin, mahasiswa saya asal Chengdu yang agak sukar melafalkan huruf “n” pada kata dingin yang akhirnya diucapkannya dinging. Ada Lira, Syeki, Edwina, Rachel, Nita, Yana, dan Jinla yang begitu ekspresif bermain peran cerita Seruling Si Kura-kura. Bahkan, kala belajar memasak masakan Indonesia, mereka pun terlihat senang.

Pendek kata, meskipun berbeda dalam banyak hal, namun kami tetap merasa bersaudara dan sedapat mungkin membantu. Kami, orang Jawa (saya orang Yogyakarta-istri Kudus), ternyata dapat bersahabat dengan sesama orang Indonesia (Lius dkk), juga dengan orang luar negeri, seperti Malaysia (Bundo Aini) dan Tiongkok (Hendri dkk). Apapun perbedaan di antara kami, hal itu tidak menjadi persoalan untuk saling mengenal dan membantu.

Berprestasi Itu Pilihan

Selain tentang saling kenal-mengenal, saya juga menjumpai ayat Allah lainnya, yaitu tentang perubahan. Perubahan pada diri seseorang atau sebuah bangsa, tidak akan pernah terwujud tatkala seseorang atau bangsa tadi tidak berikhtiar untuk mewujudkannya sendiri. Beberapa orang yang kami kenal di Kota Nanning ternyata juga berikhtiar untuk berubah ke arah yang lebih baik, atau lebih memiliki prestasi di bidang tertentu.

Ada Pak Kintoko yang merupakan dosen di Fakultas Farmasi UAD. Melalui cerita yang saya dengar, beliau sempat stress karena kuliah doktornya di Guangxi Medical University (GXMU) menggunakan bahasa Mandarin sebagai bahasa pengantar kuliah. Mati-matian Pak Kin, begitu ia biasa disapa, belajar bahasa Mandarin. Pak Kin kala itu dihadapkan pada dua pilihan: pulang ke Indonesia, atau tetap belajar di GXMU? Dan, ia memilih tetap belajar di GXMU.

Ada Mbak Sakina dan Mbak Fauzia, keduanya merupakan lulusan ITB dan berasal dari Bandung. Kini, keduanya juga sedang melanjutkan studi master di Guangxi University. Selanjutnya, ada Alqur’ani Jamila, S.S., lulusan Sastra Inggris UAD, yang berencana apply beasiswa untuk program master di beberapa universitas di Tiongkok. Ada pula Pradhika Nurul Huda, mahasiwa FE UAD yang sedang menjalani kuliah program sandwich antara GXUN dan FE UAD.

Pak Kintoko, Mbak Sakina, Mbak Fauzia, Mbak Mila, dan Mas Dhika merupakan sosok-sosok yang saya kenal memiliki etos belajar dan semangat berprestasi di bidangnya masing-masing. Selain itu, mereka juga cukup ramah, senang membantu, dan suka humor. Saya percaya, bahwa mereka juga memiliki ilmu dan kebajikan yang luar biasa untuk perbaikan dunia pendidikan dan penelitian di Tanah Air. Insya Allah.

Sebagai penutup, Tuan dan Puan saya hadiahkan dua buah pantun karangan saya, yang intinya mengajak kita semua untuk giat belajar selagi usia masih relatif muda. Pantun pertama, “Jalan-jalan ke Kota Yogyakarta/ Yogya terkenal kota budaya/ Tuntutlah ilmu selagi muda/ Selagi muda banyak berkarya.” Pantun kedua, “Pasar Bringharjo ada di Yogya/ Cari kain batik tentulah ada/ Siapa orang rajin berkarya/ Disayang Allah dan sesamanya.” Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar