Kamis, 20 Maret 2014

Jokowi, Mengapa Monorel?

Jokowi, Mengapa Monorel?

Herry Gunawan  ;   Pendiri Plasadana.com
TEMPO.CO,  21 Maret 2014

                                                                                         
                                                      
Setelah terlunta selama dua tahun, akhirnya bulan lalu India meresmikan layanan monorel pertamanya. Kehadiran alat transportasi masyarakat urban itu akan membawa negara berpenduduk 1,2 miliar-terbesar kedua di dunia-ini menuju era baru jasa transportasi kelas dunia.

Bagi warga India, mungkin juga masyarakat di kota padat seperti Jakarta, monorel merupakan moda transportasi harapan. Selama ini, dengan kondisi kemacetan, bus yang sesak dan tak nyaman membuat kehadiran monorel semacam udara segar-janji perjalanan cepat dan nyaman di kota yang sibuk.

Tentu jangan bayangkan kecepatannya bisa seperti Formula 1. Cukup 60 kilometer per jam dengan tujuh stasiun perhentian. Namun perputarannya tetap bisa mengangkut warga dengan kuantitas bejibun. Bahkan di Jakarta, dengan kecepatan seperti itu, mungkin hanya pembalap motor jalanan yang mampu menandinginya. Itu pun kalau tidak hujan.

Karena itulah, sebentar lagi Jakarta pun akan punya monorel. Terlepas belakangan ini banyak nada sumbang dari para buzzer yang ingin proyek triliunan itu dibatalkan. Tekad Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi, yang kini jadi calon presiden terkuat, itu sudah bulat. Jakarta sebagai kota yang alat transportasinya "semrawut" menjadikan monorel sebagai salah satu solusi penting.

Hasil riset The Monorail Project di Amerika, sebuah lembaga nirlaba yang memberikan edukasi tentang transportasi, mengungkapkan bahwa dari dua miliar penumpang yang masuk ke monorel di dunia, tidak ada satu pun kecelakaan. Aman. Beda jauh dengan Metro Mini. Dari sisi biaya pun terbilang efektif. Warga tak perlu ditakut-takuti dengan ongkos puluhan ribu sekali jalan. Di mana-mana, tak akan lebih dari satu dolar. Tak jauh beda dengan feeder busway.

Apakah ongkos yang sekitar Rp 11 ribuan itu mahal? Kalau menggunakan data survei biaya hidup harian Badan Pusat Statistik, ya, tentu tidak. Hasil survei 2012 itu menyebutkan, komponen biaya transportasi, jasa keuangan, dan komunikasi warga Jakarta sebesar 19,15 persen dari Rp 7.500.726 atau sekitar Rp 1,4 juta. Sudah pasti, dari angka ini biaya terbesarnya adalah transportasi.

Lalu, bagi kota dan warganya dalam jangka panjang apa pentingnya? Yang pasti, monorel adalah moda transportasi cepat. Di tengah kota yang padat, macet, dan sibuk, plus keterbatasan lahan, moda yang diusung Jokowi dalam kapasitasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta-bukan calon presiden-ini menjadi pilihan cermat.

Alat transportasi seperti monorel akan sangat membantu pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa hal yang diharapkan bisa menjadi kontribusinya. Moda ini akan mempengaruhi efek jejaring karena menghubungkan banyak lokasi dengan mudah. Kantor, pusat bisnis, dan lainnya. Hal ini, secara eksponensial, berpotensi meningkatkan nilai efektivitas transportasi yang selama ini menjadi hambatan.

Pergerakan manusia di kota yang padat sekalipun, dengan moda transportasi yang jalan cepat di atas kepala kita itu, akan menurunkan biaya dan waktu yang selama ini terbuang saat raga harus berpindah lokasi. Tentu tak kalah penting, nikmatnya menyaksikan kemacetan kendaraan pribadi dari atas monorel. Jokowi, segeralah! Jangan terlelap, walaupun ayam sedang berkokok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar