Kamis, 20 Maret 2014

Kampanye Tanpa Anak

Kampanye Tanpa Anak

M Hasan Mutawakkil Alallah ;   Ketua Tanfidziyah PW NU Jawa Timur
JAWA POS,  20 Maret 2014
                                    
                                                                                         
                                                      
MENYAKSIKAN dan mengikuti berita kampanye politik dalam kerangka Pileg 2014 ini, saya sedikit lebih bergembira dibanding era sebelumnya. Eksploitasi agama tidak tampak mengemuka. Politisasi agama untuk kepentingan kampanye politik tidak terdengar lagi. Mungkin masih ada kasus eksploitasi agama, tapi gaungnya sudah tidak lagi kuat dan menarik.

Hanya, ada satu hal yang tidak kalah mengkhawatirkan: eksploitasi anak dalam kampanye. Sebagaimana diberitakan di berbagai media massa, ada serangkaian kegiatan kampanye pileg yang melibatkan anak-anak. Itu terjadi di berbagai tempat. Ini yang sungguh merisaukan.

Ada anak-anak kecil dalam jumlah yang cukup banyak di berbagai kegiatan kampanye para politikus. Mereka ditarik masuk ke dalam kegiatan kampanye politik dan menjadi bagian penting di dalamnya. Anak-anak kecil yang secara kodrati belum memiliki kepentingan apa pun, kecuali bermain, harus dipaksa mengikuti kehendak orang dewasa dalam memperjuangkan kepentingan politiknya.

Mengapa sih anak kecil tidak layak dilibatkan dalam kegiatan politik kepentingan orang dewasa? Anak-anak harus dijamin hak hidup dan berkembangnya sesuai dengan kodratnya. Perkembangan diri dan kepribadian anak harus dijamin oleh orang dewasa. Penjaminan ini harus murni untuk kepentingan mereka.

Oleh karena itu, berikanlah ruang yang terbaik bagi perkembangan diri dan kepribadian anak-anak itu. Dalam konteks inilah, pelibatan mereka dalam kegiatan orang dewasa, mulai politik hingga ekonomi, tidak seharusnya dilakukan. Belum saatnya mereka ikut terlibat dalam perebutan kepentingan kekuasaan orang dewasa. Bukan waktu yang layak bagi mereka untuk mengejar pemenuhan kebutuhan ekonomi. Ini semua domain orang dewasa.

Rumah sebagai ruang privat dan kantor serta tempat umum sebagai ruang publik harus dijamin ramah untuk anak. Keberadaan dua ruang itu harus disediakan sebaik-baiknya untuk menjamin hak anak agar bisa hidup, tumbuh, dan berkembang layaknya anak dengan segala kondisi kodratinya.

Atas dasar itu, saya harus mengutip hadis Nabi Muhammad SAW tentang anak agar pesan moral tersebut menjadi pengingat bersama. Nabi Muhammad SAW bersabda: "kullu mauludin yuladu 'ala al-fitrah, fa abwahu an yuhawwidanihi au yunassiranihi au yumajjasini". Maksudnya, setiap anak terlahir dalam kesucian dan kedua orang tuanya lah yang membentuk kedirian dan kepribadian mereka.

Dengan hadis tersebut, Nabi Muhammad SAW mengingatkan semua orang dewasa agar menjaga kesucian anak-anak dan mengembangkan semua potensi mereka yang berada di atas kesucian itu. Secara sosiologis, cara yang harus dilakukan orang dewasa kepada anak-anak cukup sederhana, namun menuntut keseriusan. Pertama, biarkan anak-anak hidup dengan dunia anak-anaknya. Tugas orang dewasa adalah memfasilitasi agar mereka bisa berkembang dalam batas kejiwaannya.

Kedua, pagarilah kehidupan anak-anak dari kepentingan yang bisa mengancam kesucian diri dan kepribadian mereka. Mereka harus dihindarkan dari setiap kegiatan hidup yang berjalan di atas konflik akibat perebutan kekuasaan. Menarik mereka keluar dari dunia kejiwaan anak-anaknya akan menimbulkan dampak yang buruk. Mereka bisa menjadi "pribadi yang belum saatnya". Perkembangan kedewasaannya akan dipaksakan.

Menunjuk pada semangat dasar dari pesan moral Nabi Muhammad SAW di atas, menyertakan anak-anak ke dalam kampanye politik tidak membantu mereka untuk berkembang dalam koridor kejiwaan kodratinya. Atas dasar itu, menyertakan mereka ke dalam kegiatan kampanye politik sama dengan memasukkan kepentingan politik kekuasaan orang dewasa ke dalam kejiwaan anak-anak. Itu semua hanya akan menanamkan "ajaran" ke dalam diri anak-anak untuk bertindak sempit demi terjaminnya kepentingan sendiri.

Kalau ini yang terjadi, sebetulnya jika bangsa ini ke depan mengidap cara pikir, sikap, dan perilaku sempit, telunjuk bisa diarahkan kepada perilaku buruk orang dewasa saat ini. Munculnya cara pikir, sikap, dan perilaku sempit generasi mendatang seperti itu sejatinya secara potensial diawali dari kesalahan orang dewasa dengan menyertakan anak-anak ke dalam kegiatan kampanye politik. Maka, jangan masukkan kepentingan politik orang dewasa ke dalam kehidupan anak-anak.

Yang jauh lebih layak dan harus dilakukan orang dewasa adalah memfasilitasi dan menyiapkan mereka untuk memasuki masa depannya secara lebih baik dari pengalaman orang dewasa selama ini. Untuk kepentingan itu, kita perlu mengingat nasihat Alquran kepada kita bersama. Dalam surat al-Nisa' ayat 9 Alquran menjelaskan, "wal yakhsyalladzina lau taraku min kholfihim dzurriyatan dli'afan khofu 'alaihim; falyattaqullaha wal yaqulu qaulan sadida". Artinya, "Hendaklah mereka takut kepada Allah jika meninggalkan generasi yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. Karena itu, hendaklah bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan baik".
                  
Melihat uraian di atas, menyertakan anak-anak dalam kegiatan kampanye politik jelas akan menimbulkan nilai mudarat yang besar. Apa yang saya uraikan di atas hanya sebagian dari mudarat besar yang dimaksud.

Kita bersama harus sadar bahwa tanggung jawab orang dewasa adalah menjamin kehidupan anak-anak. Termasuk agar kesucian diri (fitrah) mereka tidak tergadaikan oleh kepentingan kuasa politik orang dewasa, termasuk orang tuanya.

Semua orang tua memiliki tanggung jawab yang sama untuk menegakkan semangat dan pesan moral di atas. Maka, mereka yang menyertakan anak-anak ke dalam kegiatan untuk kepentingan orang dewasa, termasuk kampanye politik, sama dengan memulai penyebaran ancaman atas kehidupan anak-anak mereka sendiri.

Jangan eksploitasi anak-anak untuk kepentingan kekuasaan politik orang dewasa. Masa depan anak yang panjang jauh lebih layak dipikirkan sejak dini. Bukan melibatkan mereka untuk mendukung kehausan atas kekuasaan politik orang dewasa yang bersifat sesaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar