Rabu, 22 Mei 2013

Indonesia dan Mimpi Komunitas ASEAN 2015


Indonesia dan Mimpi Komunitas ASEAN 2015
Ferry Ferdiansyah ;  Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Mercubuana Jakarta, Program Studi Magister Komunikasi
SUAR OKEZONE, 22 Mei 2013


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kembali melakukan serangkaian kunjungan kenegaraan ke tiga negara di kawasan Asia Tenggara, pada 22 – 26 April 2013. Selama di Brunei Darussalam Presiden SBY dijadwalkan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN.
 
Terkait tema yang diusung pada pertemuan ke-22 di Bandar Seri Begawan. “Our People, Our Future Together," memperlihatkan sebuah pesan penting kepada masyarakat dunia, bahwa Konferensi yang diselengarakan di Brunai  ini diplot untuk untuk memastikan komitmen bersama untuk mencapai Komunitas ASEAN 2015 dan menyikapi masalah Sengketa Laut China Selatan.

Kekhawatiran terjadinya perpecahan akibat dari konflik berkepanjangan terkait sengketa Laut China Selatan (LCS), memang tak dapat dipungkiri lagi, kekhawatiran ini lah yang membangkitkan kesadaran para pemimpin Asia Tenggara  untuk bisa  menekan China agar setuju untuk memulai negosiasi pada perjanjian baru yang bertujuan menggagalkan bentrokan besar di jalur laut tersibuk di dunia.

Seperti  diketahui permasalahan LCS, telah melibatkan anggota ASEAN dan China, serta Taiwan. Pasalnya, empat anggota ASEAN diantaranya, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, Filipina plus Taiwan, terlibat konflik teritorial dengan China. Keenam negara tersebut sama-sama mengklaim sebagai pemilik wilayah yang disengketakan. 

Hal ini telah menyebabkan persoalan LCS yang telah mencuat sejak 1980-an itu tidak pernah terselesaikan. Keuletan China mempertahankan wilayah yang disengketakan ini terkait letaknya yang sangat strategis di mana dua per tiga (66 persen) kargo dunia melintasi wilayah tersebut. Di samping menyimpan potensi kekayaan alam gas dan minyak yang cukup besar.

Selama ini, Indonesia terus berupaya meyelesaikan konflik dikawasan Asia ini, salah satunya dengan melakukan pendekatan diplomasi. Upaya ini dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik berkepanjangan dan untuk menenangkan ketegangan dalam masalah Laut China Selatan (LCS) serta tetap menjaga keutuhan ASEAN.

Langkah ini kemudian diapresiakan para pemimpin ASEAN dengan menegaskan kembali komitmen untuk menjamin penyelesaian damai atas konflik di LCS, sesuai dengan hukum internasional tanpa menggunakan ancaman atau penggunaan kekerasan. Penilaian penulis, keputusan yang diambil Pemerintah Indonesia terkait penyelesaian konflik LCS, menunjukan bentuk apresiasi terhadap Asia dan menunjukan sikap Indonesia yang benar-benar menjaga hubungan kemitraan dan toleransi. Penulis meyakini langkah yang ditempuh Pemerintah Indonesia memiliki ini bertujuan agar terciptanya Asia yang damai dan sejahtera serta Asia yang menjadi poros perdamaian dunia. 

Tak mengherankan jika negara-negara ASEAN, pada akhirnya mengekor langkah yang ditempuh Indonesia dengan "adopsi awal atas kode etik di Laut China Selatan". Kesepakatan ini dilandasi atas acuan perjanjian yang mengikat secara hukum ASEAN yang ingin menjalin dengan harmonis dengan China dan menggantikan perjanjian non-agresi tahun 2002 yang telah gagal menghentikan ketegangan teritorial.

Kekhawatiran terjadinya ketegangan bisa saja terjadi, apa lagi sebelum pertemuan ini digelar, dalam pertemuan pra-KTT oleh para menteri luar negeri ASEAN di Brunei dua pekan lalu didominasi oleh kekhawatiran atas sengketa teritorial dan berakhir dengan panggilan untuk kesimpulan awal akan pentingnya pakta non-agresi dengan China. Masalah teritorial memang telah mengancam kesatuan ASEAN. Kamboja yang menjadi sekutu China menolak untuk mempersoalkan LCS dengan sebuah komunike bersama. Sejauh ini China tetap menolak untuk membawa sengketa teritorian ini ke arena internasional. China lebih memilih untuk bernegosiasi satu lawan satu dengan masing-masing penuntutnya.
 
Dapat dipastikan jika permasalahan ini tak berujung terselesaikan, akan menjadi halangan terbentuknya komunitas ASEAN pada 2015 nanti. Tak mengherankan, Indonesia terus berupaya menyelesaikan sengketa ini, agar impian terbentuknya komunitas ASEAN 2015 segera terwujud. Keseriusan ini terlihat jelas dalam visi yang didengungkan Indonesia selaku ketua pada 2011 lalu. Untuk membangun sebuah komunitas, diperlukan sebuah cita-cita untuk menjadikan ASEAN yang lebih adil dan inklusif. 

Penilaian penulis, agar impian tersebut terwujud, negara-negara yang tergabung di dalam ASEAN harus memastikan tidak terjadi konflik yang berujung pada perpecahan antara sesama negara anggota ASEAN.  Pada saat memimpin, Indonesia telah menitikberatkan pada tiga pilar pokok, yakni ASEAN Politik-Security Community, ASEAN Economic Community dan ASEAN Sosial-Budaya Masyarakat. Pilar ini terbukti menjadi senjata pamungkas dalam mewujudkan perdamaian di kawasan regional.

Salah satu syarat terbentuknya komunitas ASEAN adalah peran penting dari masyarakat ASEAN dalam mewujudkan komunitas ASEAN.  Untuk membangun sebuah kekuatan bersama dalam kerangka mewujudkan komunitas ASEAN, dibutuhkan kebersamaan dan kekuatan  yang berasal dari masyarakat ASEAN itu sendiri. Sebuah komunitas tak akan bisa terwujud tanpa adanya peran dari masyarakat ASEAN itu sendiri. Untuk itu,masyarakat ASEAN dituntut harus mampu menjadi bagian dari usaha ini agar komunitas terbentuk dengan solid, dan tercapai tujuan bersama masyarakat ASEAN.

Meski komunitas ini tidak sama dengan komisi Uni Eropa, namun harapan dari Komunitas ASEAN ini dapat menjadi pembangun semangat baru dalam integrasi ekonomi dan meningkatkan daya saing kawasan agar dapat merebut investasi asing yang mulai mengarah pada negara-negara yang memiliki pasar investasi yang menguntungkan, di tengah krisis global yang sedang terjadi. 

Pembentukan Komunitas ASEAN ini sendiri, terjadi akibat adanya pemikiran, bahwa  Asia Tenggara akan tertinggal jauh dari pesatnya ekonomi negara China dan India. Pertemuan ini sekaligus menandakan sesuatu yang penting dan tonggak sejarah bagi ASEAN sejak berdiri 1967. Elaborasi arti penting pelaksanaan KTT ke-22 ASEAN dan kehadiran Indonesia dalam forum itu di tengah krisis sengketa LCS serta  ancaman nuklir Korut.

Penulis menyimpulkan, tema “Our People, Our Future Together” sejalan dengan kepentingan Indonesia yang sensantiasa menyuarakan peran strategis masyarakat dalam mewujudkan Komunitas ASEAN di tahun 2015. Selama ini Presiden SBY senantiasa menekankan keutamaan dukungan dan partisipasi masyarakat bagi pencapaian dan kemajuan tiga pilar Komunitas ASEAN. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar