Sabtu, 25 Mei 2013

Lagu dan Dakwah

Lagu dan Dakwah
Chandra Malik ;  Sufi
TEMPO.CO, 24 Mei 2013

Lagu adalah ibu kehidupan. Tatkala seorang anak manusia menangis, ibu memeluknya, menimang, seraya bersenandung. Ada yang sederhana: menenangkannya dengan irama ketukan "cup-cup-cup-cup”. Ada yang melantunkan kidung penghibur yang mengalihkan perhatian si anak dari gejolak jiwanya. Ada pula yang sekadar menirukan suara-suara lucu agar anak segera tertawa. Pun ada yang turut menangis, seperti sengaja ikut larut dalam kesedihan yang sama. Dan isak tangis mereka yang menyayat hati siapa pun yang mendengarkannya itu adalah lagu kehidupan bernada minor.

Seorang imam yang berdiri tegak di depan jemaahnya melagukan Q.S. Al-Fatihah, dan seruan "Aaamiiiin..." yang membahana di masjid dan menjelma pujian ke seantero semesta itu pun adalah uni-sound, nada yang sama yang dilantunkan serentak, kor dalam ritual ibadah mahdhah yang selalu menggetarkan. Dalam sujud sendiri pun, istigfar dan batin penyesalan berpadu-padan dengan lafal pujian kepada Allah Yang Maha Suci dalam bahasa tangis yang memanggil air mata. Pun dalam ibadah ghairu mahdhah, sering kali dalam volume besar, sesekali lirih seperti berbisik, hamba melantunkan desah dan nada. Manusia bernyanyi. Kita melagukan setiap rinci kehidupan.

Vokal muazin yang menyerukan waktu salat telah tiba menuturkan melodi sederhana namun rumit yang khas lagu Islam: monofonik, tidak berdasarkan susunan tangga nada, melainkan lebih didasarkan pada suara hati. Tanpa perlu diiringi musik apa pun, azan sanggup menyentuh sanubari, demikian pula pembacaan indah ayat-ayat suci Al-Quran. Musik hadir selayaknya penyempurna bagi lagu, meski tak setiap lagu membutuhkan musik, dan tak setiap musik perlu kawin-mawin dengan lagu untuk mereproduksi suasana-suasana batin tertentu.

Jika setiap manusia sejak lahir telah memiliki warna vokal, berbicara pun dengan interval dan intonasi yang khas, maka suara alam adalah musik yang sudah ada sejak mula semesta. Rotasi bumi menghasilkan desing yang berdengung di telinga, terdengar terutama ketika malam tiba dan sepi berkuasa. Derai hujan, gemercik air sungai, gesekan angin dan dedaunan, kicau burung, lolong binatang liar dan piaraan, sampai denting suara-suara dapur dan meja makan, adalah musik kehidupan, sama tuanya dengan lagu kehidupan. Masing-masing mandiri, namun tak hidup sendiri-sendiri.

Peradaban melahirkan ide untuk menghadirkan musik sesuai dengan kehendak dan cara manusia. Tradisi bangsa-bangsa padang pasir menyumbangkan banyak alat musik, di antaranya adalah gambus (gitar), qanun (kecapi), nay  (seruling), rebana (tamborin), dan buzuq (mandolin). Nama-nama besar muslim, seperti Al-Kindi (801-873), Al-Farabi (872-950), Abu Faraj al-Isfahani (897-967), dan Al-Ghazali (1059-1111), dikutip dalam penulisan sejarah musik dunia. Pada masa pra-Islam, musik muncul dalam musikalisasi syair, mantra, dan sihir. Kini, musikalisasi puisi adalah salah satu metode berdakwah yang terbilang efektif.

Hari ini, ketika genre musik semakin beragam, dan lagu tentang tema apa pun selalu ada, muncul pertanyaan: ke mana perginya lagu anak-anak? Ke mana perginya lagu religi? Mengapa anak-anak lebih sering menyanyikan lagu dewasa? Mengapa lagu religi menjamur hanya pada bulan suci Ramadan, lantas lenyap bagai diterpa kemarau sebelas bulan? Jika umat dibiarkan memilih tanpa adanya stok lagu religi yang cukup, bukankah mereka sesungguhnya dizalimi? Mengapa lagu religi seperti tidak lagi menjadi opsi? Bukankah Walisanga menuai sukses besar berdakwah via jalan kesenian dan kebudayaan?

Saya dan Forum Komunikasi Pesantren di Jawa Barat mempersiapkan sebuah program lokakarya lagu dan olah vokal bertajuk “Santri Bernyanyi” untuk masyarakat pesantren, di tengah-tengah semakin maraknya festival-festival mainstream dengan dana raksasa di televisi-televisi yang semakin dalam masuk ke rumah-rumah kita. Pemilihan idola-idola baru itu tidak lagi bisa dibendung, dan industri hiburan menyeruak sampai ke wilayah paling privat melalui pengeras suara yang bekerja berkelindan dari satelit pemancar nun di luar angkasa. Ketika seharusnya bernyanyi menjadi kodrat manusia melagukan kehidupan, tak selayaknya lagu dan musik justru menjelma ancaman. Adalah kerja besar kita untuk mengharmoniskannya.

“Santri Bernyanyi” adalah program edukasi untuk mengajak masyarakat pesantren kembali ke khittah sebagai manusia: melagukan percakapan sehari-hari dengan nada yang mudah menyentuh hati. Berbeda dengan media apa pun, nada berhasil lebih cepat menarik perhatian. Tradisi pesantren yang karib dengan Al-Quran dan pembacaannya secara indah, salawat dan puja-puji, kitab-kitab induk, syair para tokoh di zamannya, ide-pemikiran-diskusi yang bernas, dan kesenian nasyid-marawis-qasidah, adalah modal dasar yang leluasa untuk dikembangkan buat berdakwah.

Tidak hanya dengan berceramah di podium di depan khalayak, pun tak pula cuma dengan berkhotbah di mimbar di hadapan umat dalam majelis pengajian, dakwah memiliki beragam metode dan media. Beberapa di antara kiai dan ustad melontarkan lawakan khas mereka di antara teks-teks suci. Ada yang meramu dengan komposisi firman Allah yang lebih menonjol dan lelucon sebagai selipan belaka, ada pula yang menjadikan kelakar sebagai bumbu utama, sampai-sampai kita semakin sulit membedakan mana pendakwah mana pelawak. Ada yang lantas justru lebih populer sebagai bintang iklan atau aktor opera sabun. Pun tak sedikit yang lebih terkenal sebagai pencipta lagu dan penyanyi.


Sah-sah saja sepanjang benang merahnya adalah mewasiatkan kebenaran dan kesabaran. Kesetiaan pada syiar kebaikan sebagai niat awal adalah penentu arah perjuangan untuk mendorong proklamasi kemerdekaan setiap diri dalam beriman dan beribadah menurut agama dan keyakinan masing-masing. Pendakwah bukan makhluk paling suci, bukan pula yang paling benar, di antara ciptaan Allah yang bernama manusia. Melalui ceramah, tulisan, humor, dan lagu, dakwah bisa berperan sangat baik untuk saling mengingatkan. Berguna bagi sang pendakwah secara pribadi maupun bagi siapa pun yang berkehendak untuk mengambil manfaat darinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar