Selasa, 28 Mei 2013

Mendongkrak Pangan Berbasis Kelautan

Mendongkrak Pangan Berbasis Kelautan
Andi Perdana Gumilang ;  Peneliti di Rokhmin Dahuri Institute for Marine and Fisheries
MEDIA INDONESIA, 28 Mei 2013


LEMBAGA kajian ternama McKinsey Global Institute pernah menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia akan menempati posisi ketujuh dunia mengungguli Jerman dan Inggris. Pada 2030 diprediksikan perekonomian Indonesia akan ditopang empat sektor utama, yaitu bidang jasa, pertanian, perikanan, dan sumber daya alam. Dari sisi preferensi, ketersediaan pangan akan mengalami pergeseran pola pikir menuju pola makan sehat dari daging merah ke daging putih atau ikan.

Masuknya perikanan sebagai sektor utama penopang perekonomian Indonesia merupakan hal yang wajar, sebab luas wilayah Indonesia yang 75% teritorial laut (5,8 juta km2) lebih besar jika dibandingkan dengan wilayah daratan. Potensi kelautan dan perikanan telah menjadikan Indonesia memiliki modal dasar potensi pembangunan yang jauh lebih besar dan beragam daripada negara-negara lain. Karena itu, Indonesia semestinya bisa lebih maju dan mandiri ketimbang negara-negara di kawasan ASEAN lainnya terutama pada saat menjelang ASEAN Economic Community(AEC) 2015.

Namun, alih-alih kenyataannya menjadi maju, hingga kini kehidupan sosial-ekonomi keseharian rakyat masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Sebab, sampai sekarang jumlah pengangguran dan penduduk miskin masih terlalu banyak. Keadilan dan kesejahteraan masih belum terwujud. Kasus korupsi semakin menggila. Perhatian pemerintah terhadap potensi sumber daya laut yang terhampar luas tidak mendapat perhatian secara serius. Karena itu, menjelang Hari Kelautan Dunia (World Ocean Day) yang diperingati setiap 8 Juni, kebijakan industrialisasi perikanan dan program berbasis blue economyyang menjadi program pemerintah saat ini harus mampu mengangkat kesejahteraan khususnya nelayan tradisional dan momentum dalam optimalisasi potensi sumber daya laut.

Dalam rangka itu, kita perlu mengoptimalkan kelautan sebagai sumber kedaulatan pangan. Luas laut Indonesia yang mencapai 5,8 juta km2 terdiri dari 0,3 juta km2 perairan teritorial, 2,8 juta km2 perairan pedalaman dan kepulauan, 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), serta terdiri dari jumlah pulau 13.466 yang menyimpan kekayaan luar biasa untuk dieksplorasi. Potensi total ekonomi dari sektor kelautan bisa mencapai US$1 triliun (sekitar Rp9.300 triliun) per tahun (Dahuri, 2013) atau dapat dikatakan setara dengan lebih dari 5 kali lipat APBN 2013.

Potensi laut Indonesia yang besar seharusnya menjadi fokus untuk membawa Indonesia ke masa depan yang lebih baik di tahun politik ini. Penelitian dan industri sudah saatnya mengembangkan dan memanfaatkan potensi laut. Apabila seluruh potensi kelautan ini dikelola dengan baik, diperkirakan, 85% perekonomian nasional bakal sangat bergantung pada sumber daya kelautan termasuk pangan.

Kemauan Politik

Laut merupakan kontributor terpenting bagi ketahanan pangan di Indonesia. Isu ketahanan pangan tak mesti bersumber dari darat. Banyak sumber pangan dari laut belum dioptimalkan. Padahal, biota laut dapat menjadi sumber makanan alternatif dan obat-obatan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di perairan laut selatan Jawa dan barat Sumatra dari 2004-2006, terdapat 529 biota yang berpotensi untuk mendukung ketahanan pangan. Masing-masing 415 termasuk dalam jenis ikan, 68 jenis udang dan kepiting, serta 46 lainnya adalah jenis cumi-cumi. Indonesia memiliki sekitar 35 ribu spesies biota laut. Hal ini terdiri atas 910 spesies karang (75% total karang dunia), 850 spesies spons, 13 dari 20 spesies lamun dunia, dan 682 spesies rumput laut. Kemudian 2.500 spesies moluska, 1.502 spesies krustasea, 745 spesies ekinodermata, 6 spesies penyu, 29 spesies paus, dan lumba-lumba, serta 1 spesies dugong, dan lebih dari 2.000 spesies ikan.

Potensi industri bioteknologi pangan kelautan nilainya bisa mencapai US$50 miliar per tahun (Dahuri, 2012). Ironisnya, setiap tahun Indonesia justru kehilangan devisa sekitar US$5 miliar untuk mengimpor berbagai produk industri bioteknologi kelautan. Mulai teripang, omega-3, squalene, viagra, kitin, chitosan, dan spirulina. Indonesia hanya mengekspor biota laut mentah. Karena itu, sudah saatnya pangan dari sumber daya perikanan dan kelautan digarap dengan optimal.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan segera dalam upaya mendongkrak pangan berbasis kelautan. Tentunya ini membutuhkan kemauan politik dari pemerintah.

Pertama, pada tingkat makro, pemerintah perlu mengubah paradigma sumber pangan dari orientasi daratan ke arah lautan sebagai sumber pangan alternatif. Secara bertahap industri bioteknologi pangan kelautan perlu dibangun di setiap daerah pesisir lautan yang memiliki potensi produksi perikanan melimpah seperti di Indonesia kawasan timur. Dalam hal ini diperlukan ketersediaan infrastruktur yang memadai, logistik perikanan, keterampilan SDM, iklim investasi yang kondusif serta analisis potensi pasar domestik ekspor.

Kedua, menghapus impor seluruh bahan pangan yang bisa diproduksi di Tanah Air sendiri secara berkesinambungan. Hal ini butuh keberanian dan visi politik pangan yang tegas dan benar. Kasus korupsi berkaitan pangan harus diberantas secara masif dan pelakunya diberi hukuman berat. Ketiga, pemerintah perlu segera menjadikan sektor kelautan menjadi sumber kekuatan ekonomi nasional. Saatnya pembangunan nasional melebar ke kawasan pesisir. Permasalahan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat pesisir mutlak diperhatikan. Pembangunan infrastruktur di daerah pesisir lautan perlu dibenahi menjadi lebih baik.

Keempat, anggaran dan penelitian pangan laut mesti di tingkatkan. Dengan adanya riset penelitian di bidang pangan kelautan, akan menumbuhkembangkan inovasi dan daya saing produk. Identifikasi komoditas kelautan yang menjadi unggulan di setiap kabupaten/kota pesisir perlu dikembangkan sebagai kompetensi inti industri suatu daerah sehingga dapat terwujud 1 desa 1 produk unggulan pangan kelautan yang bernilai tambah. Pada akhirnya akan berkontribusi terhadap perekonomian regional secara umum.

Kelima, perlunya peran pemerintah dalam melindungi dan menyejahterakan nelayan sebagai pelaku usaha pangan. Penanganan hasil tangkapan laut oleh nelayan perlu dibenahi agar kualitasnya bagus dan harga tidak dimonopoli tengkulak. Program bantuan kapal Inka Mina yang ditargetkan sebanyak 1.000 kapal pada 2010-2014 dengan anggaran Rp1,5 triliun perlu dievaluasi untuk mendorong kemandirian pangan.


Dengan upaya tersebut, diharapkan pangan dari sektor kelautan dapat diaplikasikan di lapangan. Berbagai kendala sosiologi dan budaya masyarakat pesisir yang subsisten perlu diatasi. Karena itu, dibutuhkan kerja sama antar-stakeholder perikanan dalam mendongkrak pangan berbasis kelautan. Dari sini, sumber pangan dari laut akan berkontribusi besar sebagai penyangga pangan nasional. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar