Jumat, 14 Maret 2014

Jokowi dan Transformasi Mandat

Jokowi dan Transformasi Mandat

 Haryadi ;   Dosen Departemen Politik FISIP Unair
JAWA POS, 15 Maret 2014
                                                                                                                  
                                                                                         
                                                                                                             
AKHIRNYA, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri resmi memandatkan Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden Republik Indonesia yang diusung PDI Perjuangan dalam Pemilu 2014. Pemandatan resmi saat Jokowi berada di Masjid Si Pitung, Marunda, Jakarta, pada Jumat, 14 Maret 2014, itu mengakhiri segala spekulasi yang sempat berkembang. Di satu sisi, pemandatan resmi itu pasti menjadi kabar bahagia bagi pendamba Jokowi. Pada sisi lain, pemandatan resmi tersebut pastilah juga menjadi kabar petaka bagi yang menganggap Jokowi sebagai ancaman.

Hingga kini, hasil survey periode setahun belakangan menunjukkan elektabilitas Jokowi berada di posisi teratas dan cenderung semakin jauh meninggalkan pesaing-pesaingnya. Demikian juga, analisis trending 337 media on line di Indonesia menempatkan Jokowi di titik pusat cluster trending. Kesinambungan berjangka panjang elektabilitas Jokowi di posisi teratas dan nyaris tidak tergeser dari titik pusat cluster trending dalam media on line sungguh berada di luar batas kelaziman.

Tiga argumen hipotetik kerap dimunculkan untuk menjelaskan perihal itu. Pertama, Jokowi adalah representasi harapan sebagian besar rakyat Indonesia akan hadirnya kepemimpinan baru dengan kualifikasi penyelesai masalah. Kedua, Jokowi adalah antitesis kepemimpinan kuda troya abad ke-17 yang cenderung tegas, keras, dan eksklusif, melainkan lebih mencerminkan kepemimpinan abad ke-21 yang cenderung inklusif, dialogis, dan decisive. Ketiga, Jokowi adalah pemfaktaan realitas media yang dimunculkan sebagai alternatif penolakan secara tidak langsung terhadap capres-capres lain.

Pertanyaan dasarnya, mengapa Megawati Soekarnoputri memandatkan Jokowi sebagai capres dalam Pemilihan Umum Presiden 2014? Apakah semata mengikuti rasional hasil survei dan mengakomodasi harapan sebagian besar rakyat Indonesia?

Kongres III PDI Perjuangan 2010 memandatkan ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, untuk menentukan capres yang akan diusung PDI Perjuangan dalam Pemilu 2014. Setelah hening dalam kontemplasi politik panjang dan mengambangkan lawan-lawan politiknya dalam kegalauan, Megawati Soekarnoputri menuntaskan mandat partainya dengan mengumumkan pencapresan Jokowi. Melalui pengumuman capres itu, sekaligus Megawati Soekarnoputri mentransformasikan mandat yang diembannya kepada masyarakat pemilih. Sebab, penentu akhir terpilih atau tidaknya Jokowi sebagai presiden ada pada masyarakat pemilih. Berhal demikian, telah berlangsung proses transformasi mandat politik dalam pencapresan Jokowi.

Dalam persepsi elite PDI Perjuangan, pemandatan resmi Jokowi sebagai capres merupakan kemenangan Megawati Soekarnoputri dalam merespons semangat zaman, melembagakan kebiasaan politik baru dalam kehidupan kepartaian, memfasilitasi regenerasi kepemimpinan nasional, dan mengoptimalisasi efek elektoral partai.

Dikatakan merespons semangat zaman karena konteks abad ke-21 sekarang ditandai oleh menguatnya gelombang demokrasi. Dampak utama dalam praktik politik demokrasi adalah keharusan untuk mengelola lebih banyak ekspresi ketidakpuasan secara damai, bukan dengan cara represif. Jokowi dengan kualifikasi diri yang suka blusukan untuk mendengar dan berdialog secara inklusif dengan masyarakat dianggap sesuai dengan kebutuhan kepemimpinan dalam semangat abad ke-21.

Dikatakan jua melembagakan kebiasaan politik baru dalam kehidupan kepartaian karena sejak awal era reformasi posisi capres hampir selalu menjadi prerogatif ketua umum partai dan atau pemegang saham politik utama partai. Prerogatif itu dalam kurun waktu panjang telah dianggap sebagai kelaziman dalam kehidupan kepartaian di Indonesia sekarang. Kelaziman itulah yang dipotong oleh Megawati Soekarnoputri ketika dengan prerogatif yang dimiliki justru tidak menetapkan dirinya sebagai capres. Tidak jua menetapkan lapisan keluarga sebagai capres seperti kerap dipersangkakan sebagian orang. Justru yang ditetapkan dan dimandatkan secara resmi sebagai capres adalah kader partai yang memang dinilai mampu dan sudah dipersiapkan melalui jenjang kelembagaan penugasan partai, yaitu Jokowi.

Berikutnya dikatakan memfasilitasi regenerasi kepemimpinan nasional karena, tampaknya, bagi Megawati Soekarnoputri, proses regenerasi kepemimpinan nasional tidak sekadar memilih presiden. Pemimpin, dalam arti kemampuan memengaruhi dan mengarahkan kebaikan bersama dengan tuntunan nilai demokrasi, lebih dari sekadar presiden yang terfokus kepada pengedepanan prinsip governance. Mungkin karena itu, Megawati Soekarnoputri menyebut 2014 sebagai ''tahun penentuan'' untuk memilih kepemimpinan nasional yang akan menentukan fondasi kemajuan Indonesia dalam kurun 30 tahun ke depan. Proses regenerasi kepemimpinan nasional itu diyakini tidak boleh hanya alami, tapi harus pula dipersiapkan dan difasilitasi. Rupanya, Jokowi adalah salah seorang kader partai (di antara banyak kader muda partai) yang dipersiapkan dan dikembangkan dalam kerangka regenerasi kepemimpinan nasional tersebut.

Pada penghujungnya, dikatakan pemandatan resmi Jokowi sebagai capres terkait dengan upaya mengoptimalisasi efek electoral partai. Sebab, dalam rasionalisasi Megawati Soekarnoputri, antara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden merupakan dua hal yang tidak terpisah. Rasionalisasi itu berbeda dengan kebanyakan partai lain, yang untuk kepentingan politik praktis cenderung memisah antara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Atas dasar ketakterpisahan itulah, pemandatan resmi Jokowi sebagai capres dimaksudkan sekaligus untuk mendongkrak secara signifikan raihan suara bagi PDI Perjuangan dalam Pemilihan Legislatif 2014. Sebab, image simbolik yang dilekatkan pada figur Jokowi adalah keberadaannya sebagai kader PDI Perjuangan. Karena itu, untuk memastikan keterpilihan Jokowi sebagai capres harus terlebih dahulu memastikan keterpilihan PDI Perjuangan sebagai partai pengusungnya. Konstelasi semacam itu diperkuat oleh angka-angka hasil survei yang pasti juga telah dibaca oleh Megawati Soekarnoputri.

Apakah dalam Pemilu 2014 masyarakat pemilih akan menggunakan mandat untuk memastikan kemenangan Jokowi atau tidak? Kita lihat nanti saat pemilihan presiden pada 9 Juli 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar