Jumat, 21 Maret 2014

Kepemimpinan Pembangunan Daerah

Kepemimpinan Pembangunan Daerah

Gunawan Setiyaji  ;   Staf Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan,
Alumnus the Australian National University (ANU) Canberra
SUARA MERDEKA,  21 Maret 2014
                       
                                                                                         
                                                      
"Perbedaan lain karakter adalah bahwa pemimpin itu menginspirasi, sedangkan manajer harus mengendalikan"

KESALAHAN manajemen dalam pembangunan daerah adalah masalah yang banyak kita temui di tengah pergolakan politik regional di sebagian besar daerah di Tanah Air, dan itu butuh solusi tepat dan cepat. Upaya meluruskan kesalahan itu sebenarnya tidak terlalu sulit. Intinya adalah bagaimana kepala daerah sebagai top manager dalam pembangunan daerah dapat memainkan peran nyata.

Artinya, dia bisa memimpin seluruh warganya menghimpun potensi daerah dalam sebuah sistem pembangunan daerah yang sinergis. Peran seorang kepala daerah sangat strategis untuk menggugah kesadaran bersama bahwa pembangunan menjadi tanggung jawab bersama. Selain itu, harus dilaksanakan bersama dan untuk kepentingan bersama pula.

Kepala daerah tentu bukanlah manusia super. Ia tidak harus pandai dalam segala hal, tidak harus muncul pada tiap aktivitas pembangunan, juga tidak harus mengawasi segala kegiatan aparatnya. Namun tak dapat ditawar, ia harus memiliki komitmen kuat untuk menjamin seluruh proses manajemen pembangunan daerah dikendalikan dan dilaksanakannya secara utuh, baik dan sesuai dengan rencana yang dibuatnya.

Untuk sampai ke target itu, manajemen pembangunan daerah harus dikelola dengan manajemen mondial, yang menggabungkan aspek kepemimpinan struktural dan kepemimpinan partisipatif. Dengan demikian segala aktivitas pembangunan akan terbingkai dalam partisipasi publik yang sinergis dengan dinamika politik kedaerahan.

Kita dapat menyebut beberapa nama dari sedikit kepala daerah di Tanah Air, seperti Tri Rismaharini (Kota Surabaya), Mochamad Ridwan Kamil (Kota (Bandung) dan Jokowi (Provinsi DKI Jakarta) yang dianggap mampu menangani manajemen pembangunan daerah. Hal itu seyogianya menjadi cermin bagi bangsa Indonesia untuk sampai pada keyakinan bahwa kemajuan daerah bukanlah hal mustahil.

Berpijak pada hal itu maka kepala daerah harus bisa berperan sebagai top manager dalam pembangunan daerah, sehingga secara nyata tampil memimpin seluruh rakyat untuk terlibat dalam proses pembangunan. Dari titik itu, muncul dua istilah kunci, yaitu kepala daerah sebagai pemimpin (leader) dan manajer. Dua istilah itu sangat berbeda, sebagaimana diungkapkan Warren Bennis dalam buku On Becoming a Leader.

Perbedaan dasarnya adalah pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar, sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat. Contoh pemimpin adalah Soekarno yang berhasil membawa bangsa ini meraih mimpi kemerdekaan, namun kurang berhasil mengisi pembangunan pada era kekuasaannya. Soeharto justru sebaliknya, berhasil menjadi manajer pembangunan walaupun paradigmanya penuh kontroversi, namun dinilai kurang berhasil membangun soliditas kebangsaan.

Dua peran kepemimpinan daerah, yaitu peran manajer dan leader seharusnya dimiliki oleh semua kepala daerah, dan dikombinasikan secara terprogram demi kontekstualisasi pembangunan yang lebih kuat. Harus ada pola di mana pemimpin melakukan inovasi, sedangkan manajer yang mengelola.

Perbaikan Nasib

Dua aspek itu harus dimiliki oleh kepala daerah, yaitu saat ia datang menawarkan visi-misi dan program kerja dalam kampanye, lalu ketika terpilih menjadi kepala daerah. Publik bisa melihat apakah ia dapat mengawal pemerintahannya untuk melaksanakan gagasan dalam pembangunan.

Jadi, kepala daerah berperan penting dalam kegiatan pembangunan. Bukan hanya dengan bahasa indah janji manis kampanye, melainkan pembuktiannya yang sangat dinantikan oleh rakyat. Ia harus menjadi manajer pembangunan yang baik di wilayah kerjanya. Sejumlah idealisme program kerja menjadi sia-sia di hadapan rakyat, bila kenyataannya rakyat tidak menikmati perubahan dan perbaikan nasib.

Pelayanan publik yang membaik dan tata kota yang lebih indah dan teratur adalah perspektif bahasa pemimpin, sedangkan wujudnya dalam perspektif bahasa manajer adalah pelayanan kesehatan yang murah dan berkualitas, jalanan yang kian mulus, dan penyediaan air bersih menyeluruh.

Perbedaan lain karakter adalah bahwa pemimpin itu menginspirasi, sedangkan manajer harus mengendalikan. Kepemimpinan bukan tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang kepala daerah melainkan apa yang orang lain lakukan sebagai respons terhadapnya. Seandainya tidak ada yang muncul dari rakyatnya sebagai tindakan-tindakan pembangunan, seorang kepala daerah tidak bisa disebut sebagai seorang pemimpin. Jika masyarakat bersama bergabung dengan kegiatan pembangunan secara nyata karena seorang kepala daerah telah menginspirasi mereka, muncullah ikatan kepercayaan yang akan menjadi modal utama dalam pembangunan.

Selanjutnya, kepala daerah secara otomatis harus menukar peran sebagai manajer, yang menurut Drucker bahwa tugasnya adalah untuk mempertahankan kontrol atas masyarakat dengan membantu mengembangkan aset mereka sendiri dan mengeluarkan kemampuan  mereka yang terbesar. Itulah sebabnya kepala daerah sebagai manajer kemudian harus menciptakan sistem pemerintahan yang baik dan kondusif, serta membuat keputusan tentang gaji, promosi penempatan misalnya, melalui komunikasi dengan birokrasi yang dipimpinnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar