Minggu, 23 Maret 2014

Menjadi Orangtua, Mendewasakan Diri

Menjadi Orangtua, Mendewasakan Diri

Agustine Dwiputri  ;   Penulis kolom “Konsultasi Psikologi” Kompas
KOMPAS,  23 Maret 2014
                                      
                                                                                         
                                                      
Melalui ”parenting”, pengalaman membesarkan, mengasuh, dan mendidik anak, orangtua memperoleh imbalan bagi pengembangan pribadi sebagai individu. Bettie Youngs (1991), penulis buku pendidikan anak dan remaja, menjelaskan pengalamannya memperoleh pelajaran positif melalui kegiatan ”parenting”.

Dikatakan bahwa dalam membantu anak tumbuh dan berkembang, orangtua juga mempelajari makna sesungguhnya dari mencintai, bergembira melihat kemajuan anak dari hari ke hari, bahagia melihat keberhasilan yang dicapai, berempati terhadap hal-hal yang dialami anak, bersabar dan bertahan terhadap berbagai hambatan yang dialami dalam hubungan timbal balik anak dan orangtua, mendengarkan dan memahami keinginan anak, yang terkadang berbeda dengan yang diharapkan orangtua serta bertanggung jawab atas berbagai keputusan yang diambil.

Menjadi orangtua mengajarkan hal-hal berikut.

1. Merasakan betapa rentannya kehidupan manusia

Ketika ibu mengandung dan melahirkan bayinya, akan muncul perasaan takjub yang mendalam mengenai nyawa bayi yang sepenuhnya bergantung kepadanya. Ibu ataupun ayah akan mengembangkan perasaan untuk melindungi bayi dari berbagai bahaya dan kekurangan yang dialami. Melindungi kehidupan manusia ini akan menjadi hal yang paling menarik dari semua pengalaman. Hal semacam itu akan menjadi pembuka pintu untuk dapat ikut merasakan orang-orang yang hidupnya berada dalam bahaya di mana saja di dunia ini, seperti kelaparan atau perang.

2. Berempati kepada orangtua lain

Parenting menghubungkan semua orangtua di mana pun mereka berada. Setelah kita bersimpati dengan ibu yang sakit, menangis, terluka, atau kehilangan anak-anak, kini kita dapat merasa bersama dengan mereka. Masa menjadi orangtua telah membuat kita menyadari bahwa orangtua lain juga merasakan kegembiraan yang sama, rasa sakit, ataupun trauma yang kita rasakan. Saling berbagi di masa ini merupakan suatu perasaan yang sangat mengikat.

3. Membuat prioritas

Setelah menerima bahwa hari-hari kita tidak akan lagi hanya untuk mengurusi kebutuhan diri kita sendiri, kita harus mengubah keinginan ataupun kebutuhan akan tercapainya kesempurnaan. Ada hal-hal yang harus segera dilakukan dan tak bisa ditunda, sementara hal yang lainnya menjadi pilihan: misalnya apakah saya akan menerima ajakan teman lama untuk reunian atau saya akan mengambil rapor anak? Orang yang menenangkan, memotivasi, menginspirasi, atau mendukung kita menjadi sesuatu yang penting. Berbeda dengan orang yang menekan, membingungkan, atau menjatuhkan kita.

4. Bertindak secara efisien

Sebelum mempunyai anak, kita acap kali mudah menjadi kecewa atau kesal terhadap protes atau hasil kerja orang lain. Semua energi yang dulu dihabiskan untuk menghadapi berbagai ketegangan dan kecemasan, kini disalurkan untuk mendapatkan penyelesaian pekerjaan secara efisien. Orangtua akan mempertimbangkan perlu tidak marah-marah atau terus kecewa untuk sesuatu yang tidak terlalu penting, dan ternyata orang lain menghargai hal tersebut juga. Banyak orang yang tidak ingin orang-orang di sekitarnya selalu melampiaskan ketegangan mereka. Mereka ingin kita sebagai orangtua melakukan pekerjaan secara efisien, praktis, dan cepat beres. Selalu ada banyak tugas lain yang telah menunggu orangtua.

5. Menjadi konsisten dan asertif

Mengomunikasikan hal yang kita inginkan secara jelas dan cukup detail sangatlah diperlukan. Ketika anak kita masih kecil, kita belajar bahwa jika anak-anak tidak berbagi mainan, mereka tidak akan punya teman. Jika mereka tidak pergi tidur lebih awal, mereka akan menjadi rewel dan kesal di hari berikutnya. Sebab dan akibat yang sama berlaku juga untuk anak remaja dan dewasa. Orangtua kadang-kadang khawatir akan dianggap sebagai suka memerintah atau terlalu menuntut. Namun, ketika kita berada di posisi dengan orang lain bergantung pada kita—baik di rumah maupun di tempat kerja—sangatlah penting untuk berpikir secara jelas dan bertindak konsisten serta tegas.

6. Sifat orang dewasa

Pada dasarnya, orang dewasa memiliki kebutuhan dan keinginan yang sama dengan anak-anak, hanya kita mengekspresikan diri secara lebih halus. Kita belajar bahwa adalah sia-sia untuk berdebat atau memberikan alasan-alasan kepada anak balita atau remaja yang tengah ”mengamuk”, kita perlu menunggu sampai dia tenang. Seorang dewasa perlu diperlakukan dengan cara yang sama. Kita belajar bahwa tipe orang dewasa yang sangat mandiri sekalipun jika tengah pergi menangis, sesungguhnya tidak benar-benar ingin ditinggal sendirian, mereka tetap ingin berbicara sedikit dan diyakinkan secara pribadi, tanpa ditonton orang banyak.

7. Bertanggung jawab terhadap kehidupan

Ketika kita bertanggung jawab, dengan cepat kita belajar dari kesalahan kita dan dapat merasakan penyelesaian tugas. Kita dapat mencapai apa yang diinginkan dan ketika semua menjadi serba salah, kita akan memulainya dari awal lagi. Melalui belajar untuk mengontrol lingkungan, kita telah belajar mengendalikan diri. Berarti kita telah belajar melakukan disiplin diri.

Hal di atas menunjukkan bahwa masa menjadi orangtua mengantarkan kita dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menjadi orangtua mengubah pandangan kita mengenai dunia, kehidupan, dan kemanusiaan. Melalui pengalaman menjadi orangtua, kita belajar bahwa jika secara konsisten kita siap mencontohkan berbagai perilaku yang efektif kepada anak, kita akan menjadi manusia yang lebih baik, lebih bijak, dan dewasa dari sebelumnya. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar