Jumat, 21 Maret 2014

Diskriminasi Pendidikan bagi Kaum Difabel

Diskriminasi Pendidikan bagi Kaum Difabel

Agus Wibowo  ;   Pemerhati dan Magister Pendidikan Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
SINAR HARAPAN,  21 Maret 2014

                                                                                         
                                                      
“Negara maju mengakomodasi dan memberikan fasilitas khusus bagi warganya yang difabel.”

Impian mengenyam pendidikan tinggi bagi kaum difabel pada beberapa jurusan/program studi (prodi) tahun akademik 2014/2015 tampaknya akan sirna.
Pasalnya, perguruan tinggi negeri (PTN) belum lama ini menetapkan kebijakan yang menutup rapat kesempatan untuk itu. Seperti termuat dalam website http://web.snmptn.ac.id/ptn//11, kita bisa melihat daftar PTN beserta persyaratan penerimaan untuk jurusan atau prodinya.

Sebagai contoh di Universitas Indonesia (UI), terdapat prodi arsitektur yang mensyaratkan mahasiswa barunya untuk tidak menyandang disabilitas; tunanetra, tunarungu, dan buta warna total. Prodi matematika mensyaratkan calon mahasiswa tidak tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunadaksa, dan buta warna total.

Jurusan lain di UI yang menolak disabilitas, seperti teknik komputer, teknik lingkungan, sistem informasi, teknologi bioproses, dan prodi psikologi. Kebijakan tidak memihak kaum difabel itu, anehnya justru direspons positif oleh Mendikbud Muhammad Nuh.

 Menurut Muhammad Nuh (Kamis, 13/3), prodi-prodi yang membutuhkan syarat khusus itu karena memang prodi bersangkutan harus diisi orang yang mampu memenuhi kebutuhan khusus pula. Orang tunanetra, M Nuh melanjutkan, mau jadi dokter dan masuk prodi kedokteran jelas repot.

Lepas Kewajiban Kebijakan diskriminatif terhadap difabel pada persyaratan SNMPTN 2014, yang justru didukung mendikbud, mengisyaratkan negara lepas kewajiban. Menurut Undang-Undang Dasar (UUD 1945) dan UU No 39/1999 tentang HAM, khususnya Pasal 12, kewajiban negara adalah memberikan pendidikan bagi warganya tanpa diskriminasi.

Artinya, konstitusi mewajibkan negara membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara, termasuk kaum difabel. Itu karena semestinya pemerintah segera mencabut aturan yang kontradifabelitas pada SNMPTN 2014. Belajar dari beberapa negara maju, mereka justru mengakomodasi dan memberikan fasilitas khusus bagi warganya yang difabel.

Di Amerika Serikat (AS), misalnya, ada UU khusus untuk melindungi kaum difabel yang bernama The American with Disabilities Act. UU ini berisi kewajiban negara untuk memberikan perlindungan bagi kaum difabel di bidang pendidikan. AS bahkan melengkapi perlindungan untuk mahasiswa/mahasiswi difabel dengan yayasan yang bernama The Learning Disabilities Association of Amerika.

Dengan adanya perlindungan itu, di beberapa kampus AS, seperti St Francis Xavier University dan University of Washington, melindungi dan membantu mahasiswa difabel untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya. Di University of Washington, sejak 1978 sudah memodifikasi sedemikian rupa lingkungan kampusnya agar ramah difabel.

Hal itu, misalnya, kondisi jalanan yang rata dan tidak berbukit-bukit, serta fasilitas mobil jemputan khusus. Fasilitas ini untuk memudahkan kaum difabel yang memiliki kesulitan mobilitas, kemudahan dalam mengakses teknologi, baik di laboratorium, maupun perpustakaan khusus yang membantu penyandang tunanetra dan tunarungu, parkir khusus, dan konseling akademis.

Bahkan, DSO ini juga membuka dan membantu tersedianya sukarelawan yang dengan sukarela membantu mahasiswa difabel untuk menuliskan catatan dan sebagainya. Dari uraian itu, tampak kampus di negara-negara maju memang sudah didesain seramah mungkin bagi kaum difabel.

Akses pendidikan juga dibuka seluas-luasnya tanpa ada diskriminasi. Mereka bahkan diperlakukan secara khusus, tetapi bukan bermakna “dimanjakan”. Pendek kata, di negara-negara maju, kaum difabel diperlakukan secara ramah, diberikan akses seluas-luasnya untuk mendapat pendidikan, dan dilindungi hak-haknya tanpa terkecuali sebagaimana warga negara yang normal.

UU Pendidikan Khusus Bagaimana di Indonesia? Sampai saat ini belum ditemukan kampus yang benar-benar ramah dan tidak menyulitkan bagi kaum difabel. Gedung-gedung tinggi, orang normal saja masih kesulitan mengaksesnya, apalagi kaum difabel? Sejak 3 Desember 2006, UI telah menyatakan kampusnya sebagai kampus yang diperuntukkan bagi semua kalangan dan tidak memandang adanya perbedaan, termasuk bagi kaum difabel.

Sayangnya, dengan kebijakan persyaratan SNMPTN 2014, sebagaimana PTN lain di beberapa prodi UI menutup rapat akses bagi kaum difabel. PTN idealnya sebagai entitas negara yang menjalankan kewajiban negara dalam menghormati hak-hak asasi manusia, termasuk hak-hak kaum difabel.

Namun, dengan diberlakukannya kebijakan persyaratan SNMPTN 2014, PTN sengaja melanggar semua UU berbasis HAM, termasuk UU Dasar 1945. Ini jelas sangat kontradiktif. Sudah saatnya aneka kebijakan yang membatasi akses pendidikan kaum difabel dihapus. Mereka juga warga negara yang berhak memilih pendidikan sesuai bakat dan potensinya. Negara sudah semestinya mengakomodasi dan memberikan kesempatan yang luas.

Di sisi lain, perlu segera dihapus paradigma yang menyudutkan kaum difabel. Paradigma itu, saat kaum difabel dianggap rendah, terbatas, dan tidak perlu diperhitungkan kemampuannya. Pemerintah melalui Kemdikbud mestinya segera mencabut persyaratan diskriminatif dalam SNMPTN 2014.

Bahkan, pemerintah dituntut segera membentuk dan menerapkan undang-undang pendidikan khusus, yang melindungi dan memberikan kesempatan pada kaum difabel untuk mengakses pendidikan secara layak. Pendidikan yang layak ini bukan bertujuan menjadikan kaum difabel superior di antara warga negara lain.

Akan tetapi, kelayakan yang penulis maksud adalah suatu sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung pendidikan yang meminimalkan adanya hambatan bagi kaum difabel untuk dapat belajar di kursi perguruan tinggi.

Sangat tidak manusiawi dan berdosa, jika kita terus membiarkan kaum difabel menjalani hidup dengan penderitaan yang menumpuk lantaran kita membatasi akses pendidikan mereka. Pendidikan sebagai salah satu kunci bagi kaum difabel menatap indah dunia dan bekal untuk menghadapi aneka tantangan zaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar