Selasa, 18 Maret 2014

Hakim Konstitusi Terpilih dan Rakyat yang Rindu

Hakim Konstitusi Terpilih dan Rakyat yang Rindu

James Marihot Panggabean ;   Alumni Magister Ilmu Hukum,
Universitas Diponegoro
HALUAN,  19 Maret 2014
                                      
                                                                                         
                                                                                                             
Di saat negara Indonesia yang kita cintai ini sedang diselimuti oleh suasana politik dalam perayaan pesta demokrasi bulan April nanti, ada suatu acara penting yang harus kita perhatikan yaitu terpilihnya Hakim Mahkamah Konstitusi yang akan menggantikan Akil Mochtar karena terkena kasus korupsi dan Harjono yang akan menjalani masa pensiun.

Sebelumnya izinkan pula penulis menyampaikan selamat atas terpilihnya dua orang Hakim Mahkamah Konstitusi yaitu Wahiduddin Adams (Dosen Fakultas Hukum dan Syariah UIN) dan Aswanto (Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin).

Dan tidak ada salahnya apabila penulis mencoba melihat proses seleksi Hakim Mahkamah Konstitusi yang berawal dari sebelas nama yang telah bertanding untuk menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi. Diantaranya adalah Aswanto (Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasa­nuddin), Ni’matul Huda (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia), Agus Santoso (Guru Besar Fakultas Hukum di Universitas Widya Gama Mahakam, Samarinda), Yohanes Usfunan (Guru Besar Fakul­tas Hukum Universitas Udayana, Bali), dan Atip Latipulhayati (Dosen di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan).

Selanjutnya, Edhie Toet (mantan Rektor Universitas Pancasila), Wahiduddin Adams (Dosen Fakultas Hukum dan Syariah UIN), Dimyati Natakusumah (Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PPP), Sugianto (Dosen Fakultas Hukum IAIN Syekh Nurjati Cirebon), Frans Asta­ni (Doktor Universitas Parahyangan dan Notaris) dan Atma Suganda (Dosen Koper­tis Wi­layah IV Jabar-Bandung.

Melihat sebelas calon Hakim Mahkamah Konsti­tusi yang sedang menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI  pada tanggal 3-5 Maret 2014 lalu, sebagai bagian dari rakyat Indonesia, penulis merasa bangga dengan hadirnya calon hakim di Mahkamah Konstitusi yang lebih banyak dari kalangan dosen atau akademisi dibandingkan dengan politisi yang hanya satu orang.

Di samping itu, suatu hal yang patut kita hargai atas kinerja DPR untuk saat ini dengan adanya progresifitas atas proses seleksi hakim di Mahkamah Konstitusi dengan membentuk tim pakar dalam uji kelayakan dan kepatutan calon Hakim Mahkamah Konstitusi tahun ini, walaupun rekomendasi dari tim pakar nantinya tidak menjadi bahan pendukung bagi DPR untuk memilih calon.

Tim pakar tersebut diantaranya beranggotakan Syafii Maarif, Laica Marzuki, Zain Badjeber, Natabaya, Saldi Isra dan Musni Umar. Dengan adanya tim pakar ini, kita sebagai masyarakat Indonesia akan mampu melihat dari beberapa calon Hakim Mahkamah Konstitusi, yang manakah akan kita kategorikan sebagai calon Hakim Mahkamah Konstitusi yang layak untuk menjadi pengawal konstitusi negara Indonesia yang kita cintai ini.

Suatu hal yang sangat dibanggakan oleh rakyat Indonesia saat ini adalah menantikan hadirnya Hakim Mahkamah Konstitusi yang mampu menjalankan tugasnya untuk mempertahankan bangsa dan negara yang lebih baik.

Kita patut mensyukuri bahwa saat ini telah banyak hadir calon-calon hakim Mahkamah Konstitusi yang berasal dari akademisi. Semoga mereka mampu mengembangkan segala keilmuan mereka untuk mempertahankan ideologi negara dan memberikan keadilan dalam penegakan konstitusi di negara ini.

Menurut penulis, di dalam proses seleksi hakim di Mahkamah Konstitusi bukan hanya mencari sosok yang berasal dari akademisi atau politisi saja. Melainkan bagaimana tim seleksi hakim Mahkamah Kons­titusi, dalam hal ini Komisi III DPR RI, mampu menemukan hakim Mahkamah Konstitusi yang tidak hanya bisa mengeja pasal demi pasal dalam sebuah undang-undang melainkan halim Mahkamah Konstitusi yang mampu menemukan makna yang terdalam atau terpen­ting dalam pasal setiap undang-undang.

Patut kita sadari saat ini bahwa masih banyak para penegak hokum, dalam hal ini hakim di Indonesia, yang hanya mampu mengeja suatu pasal terhadap suatu kejadian, namun tidak mampu menerapkan sebuah pasal dengan menemukan suatu makna agar memberikan keadilan terhadap bangsa dan negara.

Di sam­ping dibutuhkan sosok hakim Mahkamah Konstitusi yang tidak hanya mampu mengeja pasal-pasal dalam undang-undang, hakim Mahkamah Konstitusi juga harus memiliki suatu perkembangan pribadi dalam menjalankan roda hukum di Mahkamah Konstitusi nantinya.  Mereka tidak hanya harus berpikir secara rasional, melainkan juga mesti memperhatikan atau menggunakan perasaan dan menggunakan kecerdasan spiritual.

Selama ini, negara kita sudah banyak diselimuti oleh hakim-hakim yang hanya berpikir secara rasional dengan melihat suatu pasal dan dikaitkan dengan kejahatan, namun tidak mencoba mencari dan menemukan makna dalam pasal tersebut dengan menggunakan perasaan dan kecerdasan spritualnya untuk memberikan sebuah sanksi yang tepat terhadap tersangka.

Demikian pula halnya hakim Mahkamah Konstitusi dalam menegakkan dan mengamalkan amanat dalam Pancasila sebagai dasar negara yang harus terus dipertahankan sampai bumi ini hancur.

Penulis menyatakan bahwa sudah sepatutnya kita terus mendoakan agar kedua Hakim Mahkamah Konstitusi yang sudah terpilih, yaitu Wahiduddin Adams (Dosen Fakultas Hukum dan Syariah UIN) dan Aswanto (Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin)  memiliki jiwa negarawan yang mampu menjalankan makna yang terkandung dalam Pancasila saat menjalankan tugas menjadi hakim Mahkamah  Konstitusi.

Hadirnya Akil Mochtar sebagai mantan hakim Mahkamah Konstitusi dengan melakukan perbuatan korupsi dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dapat terhenti bila kedua hakim Mahkamah Konstitusi yang baru, mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi dengan mengedepankan moralitas, menjalankan tugas dengan memperhatikan Pancasila dan mampu menggunakan kecerdasan spritualnya.

Disadari atau tidak disadari, negara ini sudah banyak diselimuti berbagai permasalahan yang merusak ideologi bangsa. Sungguh sangat disayangkan bila nanti muncul sosok hakim Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi yang tidak mampu menjaga amanat para pendiri bangsa ini yang selalu mempertahankan ideologi bangsa yaitu Pancasila.

Semoga Wahiduddin Adams dan Aswanto mampu kembali memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa Mahkamah Konstitusi adalah Panglima Konstitusi yang akan memberikan keadilan bagi rakyat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar