Kamis, 20 Maret 2014

Konstelasi Geopolitik Pemilu 2014

Konstelasi Geopolitik Pemilu 2014

Ribut Lupiyanto ;   Deputi Direktur C-PubliCA
 (Center for Public Capacity Acceleration) Yogyakarta
MEDIA INDONESIA,  20 Maret 2014
                                  
                                                                                         
                                                      
PEMILU 2014 sebagaipesta demokrasi mestinya dapat dinikmati, diikuti, dan dijangkau semua warga di seluruh pelosok Nusantara. Karakter dan dinamika geografis Indonesia penting menjadi rujukan penyelenggara pemilu. Paling tidak ada dua pihak yang berkepentingan, yaitu peserta dan penyelenggara pemilu. Peserta pemilu berkepentingan sebagai strategi pemenangan dan penyelenggara pemilu berkepentingan untuk kesesuksesan agenda pemilu.

Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan ialah menggunakan kajian geopolitik. Geopolitik merupakan bidang kajian kontemporer hasil perkembangan ilmu geografi politik. Geografi politik berupaya mencari hubungan antara konstelasi geografi dan pendistribusian kekuasaan (power) serta kewenangan (rights) dan tanggung jawab (responsibilities) dalam kerangka mencapai tujuan politik (Hermawan, 2009). Hubungan ini penting dikaji mengingat hamparan geografi memiliki ciri-ciri dan watak yang tidak homogen.

Fokus kajian geopolitik salah satunya menyangkut dinamika pemilihan umum. Glassner (1993) menyatakan bahwa ada tiga fokus utama geopolitik pemilu. Pertama, the geography of voting, yaitu kajian yang menjelaskan pola dan sebaran suatu hasil emilu. Kedua, pengaruh faktor geografi dalam perolehan suara. Beberapa hal yang masuk di dalamnya ialah isu saat pemilu, kandidat/calon, pengaruh kampanye, serta the neighborhood effect (efek ketetanggaan) atau hubungan antara hasil pemilu dan rumah sang kandidat. Ketiga, geografi perwakilan, yaitu mencermati bagaimana sistem representasi atau sistem pemilu yang dipakai dalam sebuah wilayah.

Peta geopolitik

Faktor geografi dalam perolehan suara menjadi fokus kajian paling menarik dan dina mis. Pemetaan geopolitik penting menggambarkan keadaan politik suatu wilayah bagi caleg dan partai politik (parpol). Pemetaan geopolitik dilakukan untuk mendapatkan informasi kondisi politik suatu wilayah yang di antaranya popularitas dan elektabilitas, isu hangat yang sedang diperbincangkan, usulan program politik dari masyarakat, bentuk-bentuk kegiatan kemasyarakatan yang digandrungi, serta usia pemilih yang dikaitkan dengan pilihan politiknya juga latar belakang pekerjaannya (LDI, 2014). Gambaran ini penting sebagai salah satu strategi pemenangan pemilu berbasis penguasaan wilayah.

Dinamika geopolitik antarparpol di Indonesia menujukkan pergeseran dari pemilu ke pemilu, khususnya pascareformasi. Pemilu 2004 mengantarkan Partai Golkar mendominasi peta politik nasional. Sebanyak 271 kabupaten/kota dikuasai dengan total suara 21,57%. PDIP hanya mampu menguasai 89 kabupaten/kota dengan perolehan 18,53% suara. Partai ini hanya mampu mempertahankan 72 kantong massanya, kehilangan 22 kantong, dan membentuk kantong massa baru di 18 kabupaten/kota.

Penyusutan terbesar kekuatan PDIP pada Pemilu 2004 terjadi di Jawa dan Bali. Penguasaan wilayah ini turun drastis dari 86,6% menjadi 44,4%. Sebaliknya, Partai Golkar berhasil mengusai 31 daerah.

Kantong-kantong massa PDIP di luar Jawa dan Bali juga banyak yang berguguran dan dikuasai partai-partai lain. Partai Golkar menang di 240 kabupaten/kota atau sekitar 76,2% daerah di luar Jawa dan Bali. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebagai parpol baru, sukses memenangi perolehan suara di 12 daerah, separuhnya ialah daerah di Pulau Jawa.

Selanjutnya pada Pemilu 2009 peta sedikit berubah. Berdasarkan data LSI (2009), wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat dimenangi Partai Demokrat dengan 26,7% suara. Wilayah Jawa Tengah-DIY masih dikuasai PDIP (19,1%), sedangkan di Jawa Timur Partai Demokrat menjadi jawara dengan 22,1%. Partai Demokrat kembali meraih suara teratas di Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara dengan 16,9%.

Dinamika spasial di atas diprediksi kembali bergeser di Pemilu 2014. DKI Jakarta berpotensi direbut PDIP jika sukses memanfaatkan Jokowi effect. Jika PDIP gagal, PKS akan kembali merebut lantaran sukses memberikan pelayanan kebencanaan. Banten diprediksi akan lepas dari genggaman Partai Golkar sebagai dampak kasus Ratu Atut. PDIP siap menerima limpahan suara Partai Golkar di sini.

Jawa Barat dengan penduduk terbesar akan sengit kompetisinya. PKS diprediksi mati-matian memanfaatkan kemenangan Ahmad Heryawan di pemilu kada untuk kedua kalinya. Jawa Tengah-DIY menjadi paling stabil dan diprediksi tetap dipegang PDIP. Jawa Timur akan diperebutkan Partai Demokrat, PDIP, dan PKB. Partai Demokrat berhasil mempertahankan Soekarwo sebagai gubernur, tetapi imbas citra negatif nasional akan berdampak kuat di wilayah ini. Pulau Jawa dengan pemilih mencapai 70% tetap akan menjadi fokus semua parpol untuk dapat dimenangi.
Pulau Bali, meskipun lepas dari PDIP di pemilu kada, masih berpotensi dimenanginya. Pulau Sumatra menjadi incaran parpol Islam ditambah Partai Golkar dan Partai Demokrat. PKS diprediksi merajai mengingat kesuksesannya memenangi pemilu kada Sumatra Utara dan Sumatra Barat yang padat penduduk. Wilayah Indonesia Timur diprediksikan masih dikuasai Partai Golkar dan PDIP.

Optimalisasi geostrategi

Peta dinamis geopolitik mesti ditangkap parpol dan caleg melalui geostrategi pemenangan. Kemenangan di pemilu kada oleh suatu parpol penting dioptimalkan sebagai wilayah basis. Hal lain yang juga penting diperhatikan ialah tingkat pengenalan publik, kepercayaan, dan persepsi pemilih, serta dinamika politik di suatu wilayah.

Pencanangan wilayah basis akan berpotensi menambah kepercayaan partai dan mengubah peta kekuatan wilayah. Jika dikelola cerdas, wilayah basis ini akan memberikan multiplier effect untuk wilayah sekitarnya.

Geostrategi parpol dan caleg dapat memilih alternatif antara fokus di daerah potensial atau menyebar secara merata untuk semua wilayah. Kelemahan fokus ialah persaingan yang ketat, sedangkan kelebihannya potensi suara besar. Kelemahan pemerataan ialah butuh biaya dan upaya ekstra, sedangkan kelebihannya memiliki peluang besar secara kumulatif. Parpol besar dengan struktur mapan dan caleg kuat diprediksi akan mengombinasikan geostrateginya.

Geostrategi, selain secara makro meneropong aspek Jawaluar Jawa, juga penting memperhatikan aspek desa-kota, kepulauan-daratan, agraris-maritim, dan karakter geografis lainnya. Peta dan isu antarwilayah tersebut menunjukkan karakter berbeda sehingga membutuhkan pendekatan pemenangan berbeda pula.

Geopolitik mestinya tidak sekadar dimanfaatkan parpol dan caleg untuk mengeruk suara. Tanggung jawab pendidikan politik dapat dioptimalkan melalui geostrategi. Penguasaan wilayah juga seyogianya tidak disalahartikan menjadi mitos politik penguasaan tunggal. Artinya, suatu wilayah diklaim oleh parpol dan caleg tertentu menjadi wilayahnya dan menimbulkan konflik jika ada yang masuk. Kedewasaan berpolitik dan kecerdasan geopolitik peserta pemilu diuji dalam upaya pemenangan Pemilu 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar