Selasa, 18 Maret 2014

Mengawal Keberlanjutan Sekolah

Mengawal Keberlanjutan Sekolah

Ahmad Baedowi  ;   Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
MEDIA INDONESIA,  17 Maret 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                             
TIDAK mudah membuat dan mempertahankan posisi sebuah sekolah untuk tetap dicintai dan dapat dibanggakan oleh pengelola dan pengguna sekaligus. Pengelola ialah orang-orang yang terlibat dalam keseharian aktivitas beroperasinya sebuah sekolah seperti kepala sekolah, guru, pengawas, dan sejenisnya. Adapun pengguna ialah para siswa, orangtua, dan masyarakat pada umumnya. Antara pengelola dan pengguna terjadi proses berbagi keuntungan (mutual-benefit) jika berhasil, tetapi sebaliknya, keterputusan manfaat akan terjadi jika sekolah tersebut tidak memiliki kapasitas untuk berkembang secara baik.

Salah satu penanda sekolah dan atau lembaga pendidikan yang baik yaitu banyaknya alumnus yang berkiprah di dalam masyarakat. Alumni biasanya mudah dikenali dari karya-karyanya yang menyatu dan bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, konsistensi sekolah dalam mengawal realisasi visi dan misinya juga merupakan penanda kualitas sebuah sekolah atau lembaga pendidikan. Jika dilihat dari dua penanda itu, jelas sekali sekolah membutuhkan sebuah mekanisme perencanaan peningkatan kualitas sekolah yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) sekolah, tidak terkecuali pengelola dan pengguna sekaligus.

Lima langkah

Penting bagi setiap komunitas sekolah untuk membentuk serta mengelola rasa memiliki (ownership) dan kecintaan terhadap sekolah melalui serangkaian proses yang disepakati bersama. Langkah awalnya yakni dengan mencoba berbagi tanggung jawab (shared responsibility) dan berbagi dalam membuat keputusan (shared decision making) terhadap setiap program dan kebijakan yang direncanakan sesuai kesepakatan bersama. Tak mudah bagi setiap sekolah untuk melakukan hal tersebut karena biasanya sekolah selalu mengambil alih secara penuh tanggung jawab pelaksanaan sekolah tanpa melibatkan para pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya.

Langkah kedua, memanfaatkan data yang tersedia mengenai siswa dan kondisi masyarakat di sekitarnya sebagai pijakan pengembangan kualitas sekolah. Tak banyak sekolah yang cermat dalam hal pendataan ini. Lebih lagi data yang diambil kebanyakan hanya tentang catatan akademik siswa tanpa mengaitkannya dengan situasi lingkungan tempat tinggal anak-anak. Akibatnya, data tersebut tidak terbuka dan tidak dimanfaatkan secara maksimal dalam membuat program dan kebijakan pengembangan kualitas sekolah.

Ketiga, cara sekolah berkomunikasi dengan masyarakat juga perlu dikritik. Selama ini sekolah biasanya hanya berbagi informasi, lagi-lagi, hanya tentang hasil belajar siswa melalui capaian-capaian akademiknya. Perkembangan mental dan moral anak jarang dielaborasi secara terbuka dan saksama antara para orangtua, siswa, guru, dan kepala sekolah. Ketiadaan proses ini membuat sekolah tak memiliki kemampuan dalam mengelola dan menangani beragam isu yang berkembang. Akibatnya, sekolah menjadi lembaga yang semata-mata secara fisik hanya membantu anak untuk memperoleh ijazah, tetapi miskin dengan praktik kepedulian yang terjadi di tengah masyarakat.

Langkah keempat dan ke lima yang semakin jarang kita temui di sekolah-sekolah yaitu melakukan evaluasi kemajuan sekolah secara terbuka dengan melibatkan masyarakat, LSM, pengawas, kepala sekolah, dan guru, serta tak ada dokumen tertulis yang bisa dipegang sebagai dasar evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah. Hal itu terjadi karena sekolah seakan-akan hanya bertanggung jawab terhadap pemerintah dan birokrasi semata, tetapi lalai dalam memberikan laporan yang komprehensif kepada masyarakat. Fenomena ini terutama terjadi dalam era reformasi, terutama sesudah ditetapkannya undang-undang otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam mengelola persoalan pendidikan.

Seberapa efektif?

Sejak reformasi pemerintahan melalui desentralisasi diperkenalkan di awal 2000an, pemerintah daerah telah menjadi penanggung jawab atas penyediaan pelayanan dasar bidang pendidikan. Ini artinya peran pemerintah daerah menjadi sentral dalam upaya peningkatan kualitas dan mutu pendidikan dasar dan menengah. Namun pertanyaannya, seberapa efektif sebenarnya peran pemerintah daerah dalam upaya ini? Laporan Local Governance and Education Performance: A Survey of the Quality of Local Education Governance in 50 Indonesian Districts yang dilakukan Bank Dunia (2013) menunjukkan beragamnya kualitas tata kelola pemerintahan daerah dalam memengaruhi pelayanan pendidikan secara efektif.

Salah satu yang menarik dari laporan tersebut ialah buruknya pelayanan manajemen pendidikan, termasuk di antaranya upaya-upaya peningkatan kualitas akademik dan manajerial kepala sekolah dan guru. Beberapa ilustrasi menarik dari tata kelola bidang pendidikan yang buruk yaitu kontraksi politik lokal yang menjadikan jabatan kepala bidang pendidikan bukan pada merit system, melainkan tim sukses bupati/wali kota terpilih. Jangan heran kalau ada kepala dinas pendidikan dijabat orang dari pekerjaan umum, lingkungan hidup, dan sebagainya, yang tak memiliki rekam jejak baik di bidang pendidikan.

Kelemahan kedua yang juga berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan 
yaitu lemahnya kemampuan daerah dalam membuat perencanaan anggaran pendidikan berbasis data dan skala prioritas. Pola anggaran berjenis DAU dan DAK yang terkadang baru diterima sekolah di akhir tahun jelas menimbulkan banyak masalah, baik bagi pemerintah daerah maupun sekolah penerima. Belum lagi implementasi dana BOS yang syarat dengan manipulasi antara pemda, sekolah, serta wartawan abal-abal dan LSM lokal yang mencuri anggaran BOS secara bersama-sama. Karena itu, intervensi pusat terhadap sistem perencanaan anggaran masih tetap diperlukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar