Rabu, 19 Maret 2014

Nilai Ekonomi Syariah Pasal 33

Nilai Ekonomi Syariah Pasal 33

Imam Munadjat  ;   Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Unissula Semarang,
Alumnus S-3 Ekonomi Islam Unair Surabaya
SUARA MERDEKA,  18 Maret 2014
                                       
                                                                                         
                                                                                                             
SAAT ini buku teks yang dipakai beberapa universitas adalah Economics yang ditulis Michael Parkin. Sama saja dengan buku induk Economicsnya Samuelson, pada buku itu tidak ada perkataan cooperation, apalagi cooperatives. Semuanya melulu hanya competition-based economics dengan dominasi market forces, yang berarti mengacu pada paham fundamentalisme pasar (market fundamentalism). Buku-buku induk tersebut yang kemudian diikuti oleh buku teks lainnya, hanya memperkenalkan ilmu ekonomi dari segi competition (persaingan). Ini berarti mindset kita ”dicekoki”dengan paham neoklasikal sehingga pola pikir ekonom kita pun terkapsul sedemikian rupa. Buntutnya, mereka mudah menerima dan membenarkan kapitalisme dan liberalisme, kemudian neoliberalisme dengan paham individualisme sebagai bawaannya. Pemikiran paham-paham ekonomi dengan segala muatannya itu bebas masuk ke dalam alam pikiran bangsa Indonesia secara apa adanya.

Hal itu seiring dengan masuknya buku-buku teks yang diajarkan melalui pengajaran di kampus, yang diterima tanpa reserve, tanpa pembanding, tanpa terkoreksi pemikiran ekonomi lain sebagai alternatif (Swasono, 2012) Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasasi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dan (3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penerjemahan operasional ”dasar-dasar kebijakan ekonomi”Indonesia sebagaimana tertera pada Pasal 33 telah dilakukan, salah satunya dengan mengejar pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan efek perembesan (trickle-down effect). Melalui teori tersebut diharapkan tercapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Menurut Prof Sri Edi Swasono, sesungguhnya teori ini termasuk paham yang mengabaikan nilainilai kemartabatan manusia (dalam konteks ini adalah rakyat Indonesia) karena rakyat hanya dianggap berhak atas rembesan pembangunan meskipun dalam retorikanya selalu dikatakan bahwa pembangunan di negeri ini sesungguhnya adalah pembangunan rakyat dan pembangunan untuk rakyat. Ia berpendapat memosisikan rakyat hanya berhak atas rembesan, sama maknanya dengan melakukan tindakan moral crime. Pasalnya, pada saat yang sama sesungguhnya yang terjadi justru sebaliknya, yaitu sustained trickle-up effect (efek laten merembes ke atas, nilai tambah ekonomi dari bawah terus-menerus tersetor ke atas). Karenanya, beberapa kali pergantian pemerintahan di negeri ini, tak mampu menyejahterakan rakyat Indonesia. Persoalan dasarnya, mindset pembangunan ekonomi kita telah terkontaminasi dan terkurung dalam îkapsul” kapitalisme dengan individualisme dan self interest sebagai turunannya. Asas Kekeluargaan Sesuai dengan konstitusi, seyogianya sistem ekonomi ditata dan disusun dengan mendasarkan beberapa paham. Pertama; usaha bersama, mutualisme, mengutamakan semangat kerja sama, gotong royong, dan keserikatan dalam kejamaahan. Kedua; asas kekeluargaan, brotherhood dalam pengertian ukhuwah. 

Artinya, ada tanggung jawab bersama demi kemajuan dan kemakmuran bersama dengan mengutamakan kerukunan dan solidaritas di tengah masyarakat plural. Pencanangan gerakan ekonomi syariah bisa menjadi penanda bahwa bangsa ini punya kehendak melakukan reorientasi terhadap sistem ekonomi yang disusun, direncanakan, dan dipersiapkan untuk masa depan.

Lewat momentum itulah saatnya kita mengubah sudut pandang pengelolaan ekonomi bangsa yang sejalan dengan harapan konstitusi dan mengacu pada nilai-nilai luhur bangsa ini. Itu sejalan dan menindaklanjuti amanat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika mencanangkan Gerakan Ekonomi Syariah (Gres) pada 17 November 2013. Waktu itu dikatakan, Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim telah siap menjadi kekuatan ekonomi baru dengan meletakkan salah satu kekuatan pilar peradabannya pada pembangunan ekonomi berbasis nilai-nilai syariah. 

Presiden juga menegaskan bahwa .sistem syariah membuat perekonomian kita lebih kuat dari negara lain, pada saat terjadi krisis. Sebenarnya Indonesia telah lama menjalankan perekonomian secara syariah. Nenek moyang kita dulu pun telah menerapkan sistem bagi hasil, baik separuh maupun seperempat. Edukasi dan sosialiasi sistem ekonomi syariah harus terus didorong secara lebih intensif oleh seluruh pemangku kepentingan sehingga ekonomi syariah mudah dipahami masyarakat. Termasuk memahami bahwa penerapan ekonomi berbasis syariah dalam segala aspek aktivitas perekonomian masyarakat Indonesia akan memberikan jalan keluar ke arah sistem ekonomi yang berkeadilan dan bisa mengantarkan bangsa ini mencapai kemakmuran dan kesejahteraan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar