Selasa, 18 Maret 2014

Penyelesaian Damai Krisis di Ukraina

Penyelesaian Damai Krisis di Ukraina

Mikhail GALUZIN  ;   Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia
KOMPAS,  19 Maret 2014
                    
                                                                                         
                                                                                                             
BELAKANGAN ini di media cetak Indonesia muncul berbagai komentar berkaitan dengan posisi Rusia terhadap krisis di Ukraina.

Sayangnya, banyak yang jauh dari obyektif. Pertama, artikel-artikel seperti ini mengabaikan penyebab krisis mendalam yang hari ini dialami negara tetangga kami, Ukraina. Yang menjadi penyebab krisis adalah kudeta yang terjadi di kota Kiev, akhir bulan Februari, oleh mereka yang menyebut diri sebagai ”kekuasaan” di Ukraina bersama dengan pasukan-pasukan bersenjata radikal-ekstremis tidak sah.

Akibat kudeta inkonstitusional itu, Presiden Ukraina yang sah Viktor Yanukovych dilepas dari jabatannya. Para radikal-ekstremis kemudian bertindak berlebihan di Kiev dan daerah-daerah Ukraina lainnya dengan memanfaatkan semboyan-semboyan neofasis, anti Rusia, dan teroris.

Kekuatan-kekuatan ini tidak malu menggunakan berbagai cara: mempersenjatai diri sendiri secara ilegal dengan merampas obyek-obyek militer serta merebut dan membakar gedung-gedung pemerintahan dan administrasi. Mereka membunuh warga sipil dan aparat keamanan serta menganiaya para gubernur dan pemimpin setempat lain. Justru mereka yang mengembangkan suasana histeris anti Rusia dengan merusak monumen-monumen pahlawan Perang Patriotik Raya 1941-1945 dan mencampuri urusan agama, termasuk gereja Orthodox Rusia.

Pembatasan bahasa

Salah satu langkah pertama ”kekuasaan” baru di Kiev adalah membatasi penggunaan bahasa Rusia yang melanggar HAM karena merupakan bahasa yang dipakai jutaan warga Ukraina. Bahkan, ada seruan-seruan untuk melarang bahasa Rusia secara total di Ukraina. Saat ini, kami sudah menyaksikan usaha melarang siaran saluran televisi Rusia yang telah dikecam oleh Organisasi Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE).

Laman resmi badan-badan negara berbahasa Rusia kini dihapus. Justru kekuatan-kekuatan itu yang menolak upaya persetujuan tentang penyelesaian krisis secara damai yang mereka tanda tangani pada 21 Februari bersama Viktor Yanukovych dan diparaf oleh menteri luar negeri Jerman, Polandia, dan Perancis.

Kebijakan agresif ”kekuasaan baru” di Kiev itu telah menimbulkan perpecahan mendalam di masyarakat Ukraina dan mengancam keutuhan wilayah Ukraina. Para warga daerah timur dan selatan serta Crimea sangat marah. Mereka tidak mau terulang pembunuhan berdarah di tempat mereka oleh para radikal-ekstremis. Akibatnya, di Crimea dan beberapa daerah lain orang mulai mendirikan pasukan beladiri untuk melawan ancaman langsung pada kehidupannya.

Tanggal 11 Maret 2014, Parlemen Republik Otonom Crimea mengadopsi Deklarasi Kemerdekaan untuk Republik dan Kota Sevostopol. Tanggal 16 Maret dijadwalkan referendum untuk menentukan stasus Crimea pada masa depan, termasuk kemungkinan bergabung dengan Rusia.

Kedua, media massa Barat yang disusul beberapa media cetak Indonesia menyatakan seakan-akan ada ”intervensi” Rusia melawan Ukraina. Hal ini jauh dari kebenaran.

Seperti diketahui, di wilayah Crimea, sesuai dengan persetujuan bilateral antara Rusia dan Ukraina, didislokasikan Armada Laut Hitam Rusia. Personel militernya tidak mencampuri urusan dalam Ukraina dan Crimea karena tugas mereka adalah menjaga keamanan tempat-tempat dislokasinya dari serbuan yang mungkin terjadi oleh pihak radikal-ekstremis.

Presiden Rusia Vladimir Putin, berdasarkan permintaan Presiden Ukraina yang sah Viktor Yanukovych dan pimpinan Crimea yang sah, menurut Undang-Undang Dasar Federasi Rusia, telah menerima pembenaran dari Parlemen Rusia untuk memanfaatkan Angkatan Bersenjata Rusia di Ukraina sampai keadaan sosial-politik di negara ini kembali normal. Tujuan kami adalah melindungi kehidupan para warga negara Rusia, masyarakat sebangsa kami, dan para prajurit Armada Laut Hitam.

Rusia tidak kontrol

Pihak Rusia belum mengambil keputusan tentang pemanfaatan riil Angkatan Bersenjata Rusia di Ukraina dan pengirimannya. Pasukan beladiri yang sekarang bertindak di Crimea tidak menerima perintah dari Moskwa dan tidak dikontrol Rusia.

Maka, sungguh mengherankan jika para politikus dan media massa Barat lebih mengkhawatirkan kegiatan pasukan ini daripada mempersoalkan pihak mana yang memerintahkan kelompok-kelompok radikal-ekstremis melakukan kudeta berdarah di Kiev dan merampas kontrol di banyak wilayah Ukraina.

Ketiga, kami sangat terkejut dengan prasangka dan kebutahurufan memahami sejarah oleh spekulasi yang sering muncul bahwa kebijakan Rusia mengenai krisis di Ukraina seakan-akan menunjukkan keinginan Moskwa membangun kembali mantan Uni Soviet. Realitasnya adalah justru kebijakan yang agresif, tidak bertanggung jawab, dan buta oleh Kiev sekarang dan oleh para militan neofasis yang membelakanginya, memaksakan Pemerintah Crimea yang sah dan penduduknya memilih mengumumkan kemerdekaannya dan mempertimbangkan untuk bergabung dengan Rusia. Penduduk Crimea bertindak sesuai hukum internasional dan ini sah.

Keputusan Mahkamah Internasional PBB mengenai Kosovo yang dibuat 22 Juli 2010 atas permintaan Majelis Umum PBB mengonfirmasikan fakta bahwa deklarasi kemerdekaan sepihak oleh salah satu bagian dari negara tidak melanggar norma apa pun dari hukum internasional. Dengan latar belakang ini tampaklah kemunafikan negara-negara Barat yang berjaya mendapatkan kemerdekaan Kosovo termasuk dengan mengebom wilayah Serbia serta mengutuk Rusia yang justru bergerak selaras dengan hukum internasional dan tidak pernah sekalipun menembak ke arah Ukraina.

Uni Soviet berkorban demi kemenangan ini dengan 27 juta jiwa warganya berbangsa Rusia, Ukraina, Belarusia, Tatar, dan bangsa-bangsa lain yang tinggal di wilayah Uni Soviet. Dengan demikian, kelompok-kelompok di Ukraina yang kini menghina memori tentang pahlawan-pahlawan Perang Patriotik Raya, yang dibiarkan oleh Kiev resmi, justru penyebar ideologi dan praktik Nazi.

Kami berharap informasi dalam artikel ini akan membantu masyarakat Indonesia membentuk pandangan obyektif mengenai posisi Rusia sehubungan dengan krisis Ukraina, posisi yang mendukung secara konsisten penyelesaian krisis secara damai dan berdasarkan kesepakatan pada 21 Februari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar