Rabu, 19 Maret 2014

Perihal Sanksi untuk Rusia

Perihal Sanksi untuk Rusia

Dinna Wisnu  ;   Co-Founder & Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi,
Universitas Paramadina
KORAN SINDO,  19 Maret 2014
                               
                                                                                         
                                                                                                             
Dua minggu lalu, ketika pecah ketegangan politik di Crimea, saya menganalisis akan terjadi referendum dengan tiga pilihan: bergabung dengan Rusia, merdeka sebagai negara bebas, atau tetap berada di bawah wilayah Ukraina.

Saya lalu meramalkan referendum di Crimea akan lebih memilih posisi merdeka sebagai negara bebas. Namun pada kenyataannya, referendum yang terjadi pada hari Minggu lalu hanya memiliki dua opsi: bergabung dengan Rusia atau dengan Ukraina. Belum ada keputusan resmi, tetapi hasil referendumnya sudah dapat diperkirakan berupa keputusan bergabung kembali dengan Rusia.

Amerika Serikat (AS) serta negara-negara Eropa menolak hasil referendum itu dan menyatakan referendum tersebut ilegal. Meskipun Rusia bergeming bahwa referendum itu sah di mata hukum internasional, AS dan Eropa menyatakan sebaliknya dengan alasan referendum itu dilakukan di bawah tekanan militer Rusia yang telah berada di sana. Tidak ada suasana kebebasan dalam memilih. Itu adalah batas minimum untuk menentukan apakah sebuah referendum itu sah atau tidak. AS bahkan memiliki bukti bahwa sebagian besar dari kertas suara sudah ditandai.

Bukti yang disampaikan misalnya untuk Kota Sevastopol, dengan melihat jumlah suara dan total penduduk, 123% menyatakan setuju untuk bergabung. Angka itu menunjukkan anomali yang dianggap sebagai sebuah kecurangan. Faktor itulah yang membedakan referendum di Crimea dengan yang pernah terjadi di Kosovo ketika wilayah itu memerdekakan diri dari Serbia, satu peristiwa politik serupa yang selalu disampaikan Rusia sebagai pembelaan.

Bagi Rusia dan pemerintahan baru Crimea, referendum itu sendiri menjadi sebuah batu loncatan atau legitimasi mereka untuk bertindak lebih jauh. Dengan kata lain keterpisahan Crimea dari Ukraina adalah syarat de jure yang minimum untuk melakukan tindakantindakan lain seperti menasionalisasi bangunan atau perusahaan-perusahaan yang ada di Crimea, mengambil alih kekuasaan militer dan kepolisian, mengambil alih perjanjianperjanjian antara Crimea dan Ukraina.

Namun keterpisahan Crimea masih akan menyisakan persoalan yang tidak dapat diselesaikan dalam satu atau dua bulan. Ambil contoh tentang pasokan listrik, air, dan makanan di Crimea. Hingga saat ini, sebagian besar pasokan listrik dan air disalurkan melalu sebuah wilayah yang dikuasai Ukraina. Tidak ada jalan yang mudah untuk warga Crimea mendapatkan pasokan tersebut kecuali melalui daratan Ukraina.

Hal ini juga yang ternyata menjadi faktor ekonomis penyerahan Crimea kepada Ukraina pada 1954 oleh Nikita Khrushchev, Presiden Uni Soviet masa itu. Selain karena alasan ideologis, penyerahan itu juga disebabkan Uni Soviet merasa lebih murah menyerahkan persoalan Crimea kepada Ukraina daripada membangun infrastruktur utilitas (kebutuhan-kebutuhan dasar).

Walaupun tampaknya Ukraina memiliki daya tawar untuk melancarkan perang ekonomi terhadap Crimea dengan memutuskan aliran energi dan makanan di lapangan, Rusia tetap punya daya tawar yang lebih besar karena sebagian besar energi, khususnya gas, yang dikonsumsi warga Ukraina berasal dari Rusia. Peta saling ketergantungan itu sudah berbeda dengan apa yang terjadi pada 1954.

Bukan itu saja, sebagian besar infrastruktur gas yang melewati dan dinikmati oleh warga Ukraina adalah infrastruktur yang digunakan untuk pasokan gas di sebagian besar wilayah Eropa. Fakta-fakta tersebut menunjukkan potensi munculnya Perang Dunia III dari kasus Crimea akan kecil. Saat ini, negara-negara dunia telah saling bergantung satu dengan yang lain khususnya dalam soal penyediaan pasokan energi. Sistem pasar telah menyatukan kebutuhan dan sekaligus kelebihan masing-masing terhadap negara lain.

Gas, sebagai contoh, adalah produk energi yang berbeda dengan bahan bakar minyak. Bahan bakar minyak atau batu bara dapat dipaketkan dalam tanker atau alat transportasi lain, sementara bahan bakar gas yang selama ini dinikmati masyarakat di Eropa dan AS dikirim melalui infrastruktur pipa yang fixed dan terlampau mahal apabila diganti dengan infrastruktur lain seperti kapal tanker. Fakta tersebut juga yang mungkin dapat menjelaskan mengapa sanksi yang diberikan kepada Rusia adalah kepada individu-individu yang dianggap terlibat dalam referendum di Crimea dan bukan pada seluruh wilayah.

Presiden AS Barack Obama melalui Executive Order memberikan sanksi pembekuan aset tujuh orang yang dianggap terlibat dalam referendum. Mereka antara lain pemimpin separatis Sergey Aksyonov dan Vladimir Konstantinov, mantan Ukrainian presidential chief of staff Viktor Medvedchuk, dan mantan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych. Selain itu ada Vladislav Surkov dan Sergey Glazyev yang bekerja sebagai staf ahli/penasihat untuk Presiden Rusia Vladimir Putin.

Putin sendiri tidak terkena sanksi. Sanksi individu itu adalah langkah politik yang harus diambil pihak Barat untuk memenuhi tekanan-tekanan politik di dalam negeri mereka masingmasing serta menunjukkan sikap keseriusan dan ketegasan. Dapat dibayangkan betapa sulitnya memberikan sanksi ekonomi dan politik yang cukup menekan Rusia, tetapi tidak merugikan diri sendiri (backfire). Kalau pihak Barat mau mengganggu pendapatan ekspor Rusia, sanksi ekonomi dan politik harus mampu mengganggu perdagangan energi.

Padahal jika hal itu dijalankan, Eropa harus siap juga menanggung risiko 25% pasokan energinya dari Rusia terganggu. Eropa, dengan demikian, harus memastikan dahulu pasokan energi mereka tidak akan bermasalah jika memberi sanksi lebih jauh kepada Rusia. Sanksi itu mungkin relatif lebih mudah untuk dilakukan apabila rencana Eropa untuk mencari alternatif sumber energi melalui Nabucco Pipeline dapat terealisasi pada tahun ini.

Nabucco Pipeline adalah rencana besar Eropa untuk melepaskan ketergantungan energi dari Rusia dengan membangun jaringan pipa dari Caspian Sea langsung ke Eropa, dari Turki- Bulgaria-Romania, Hongaria menuju Austria. Namun rencana itu sendiri batal karena produsen gas di Azerbaijan memiliki rencana lain. Dari sini dapat kita simpulkan cara-cara koersif lebih sulit dilaksanakan pada era sekarang dibandingkan pada masa-masa lalu.

Faktor praktis seperti konektivitas antarnegara dan penduduk sampai faktor politis seperti perlunya dukungan politik untuk memberi sanksi yang lebih besar menunjukkan bahwa ada tingkat saling ketergantungan yang tidak bisa diabaikan, bahkan oleh negara besar dan maju sekalipun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar