Selasa, 25 Maret 2014

Pileg, Pilpres, dan Perbaikan Ekonomi

Pileg, Pilpres, dan Perbaikan Ekonomi

Umar Juoro  ;   Ekonom Senior
di Center for Information and Development Studies dan Habibie Center
REPUBLIKA,  24 Maret 2014
                                      
                                                                                         
                                                      
Pelaksanaan pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) pada 2014 secara umum memberikan pengaruh positif pada perekonomian. Sekalipun pengaruh langsung berupa peningkatan pengeluaran banyak diragukan memberikan dampak pada perekonomian secara berarti, tapi tetap memberikan perspektif yang meningkatkan harapan pada perbaikan ekonomi.

Perkiraan pertumbuhan ekonomi pada 2014 dari lembaga dalam maupun luar negeri di bawah enam persen. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan 5,6 sampai 6 persen, Bank Dunia 5,3 persen, dan beberapa analis di bank investasi memperkirakan 5,1 persen. Perkiraan ini, sekalipun relatif rendah, masih lebih baik daripada negara berkembang lainnya. Hanya Cina yang diperkirakan pertumbuhannya lebih tinggi, yaitu 7,5 persen.

Dengan perkiraan lancarnya pileg dan pilpres, harapan pada perbaikan ekonomi meningkat. Ketika Joko Widodo diumumkan menjadi calon presiden (capres), tanggapan pelaku ekonomi, terutama di sektor keuangan sangat positif sebagaimana diperlihatkan dari kenaikan indeks pasar modal, pasar obligasi, dan penguatan nilai tukar rupiah. Sekalipun, terkoreksi karena pengumuman Gubernur Bank Sentral AS yang berencana menaikkan bunga (fund rate) pada 2015 dan 2016.

Harapan dari pelaku ekonomi di sektor riil juga tinggi terhadap capres Jokowi, terutama perbaikan pembangunan infrastuktur. Sedangkan, masyarakat kebanyakan yang mendukung Jokowi mengharapkan perbaikan kesejahteraan melalui peningkatan pelayanan pendidilkan, kesehatan, dan kesempatan kerja.

Berbagai survei memperkirakan, PDIP akan memenangkan pileg dan Jokowi akan terpilih sebagai presiden. Perkiraan ini mendapatkan tanggapan positif dari pelaku ekonomi. Apa yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kebijakan ekonominya.
PDIP dikenal sebagai partai nasionalis. Tapi, saat Megawati menjadi presiden, kebijakan ekonominya adalah pragmatis, tidak banyak berbeda dengan pemerintahan sekarang ini. Sedangkan, kemungkinan Jokowi sebagai presiden, sekalipun secara umum ditanggapi positif, menimbulkan pertanyaan terhadap minimnya pengalaman dan belum jelasnya program serta kebijakannya.

Pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang akan mendampingi Jokowi sebagai wakil presiden. Banyak pendapat menyarankan wakil presidennya harus mempunyai pengalaman dalam kebijakan, khususnya ekonomi, dan dapat menghimpun dukungan politik dari partai lainnya, khususnya partai-partai Islam.Nama seperti Jusuf Kalla dan Hatta Rajasa banyak disebut sebagai figur yang sesuai untuk mendampingi Jokowi. Kriteria lainnya adalah cawapres dari kalangan militer.

Sekalipun masih banyak kekurangan, banyak kebijakan perekonomian pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono cukup baik untuk dilanjutkan. Kekurangannya dapat diperbaiki, sehingga perkembangan ekonomi dapat lebih tinggi dalam hal pertumbuhan dan kesejahteraan. Dalam hal ini, kesertaan Hatta menjadi cawapres adalah tepat. Indonesia membutuhkan koalisi politik yang kuat dan berfungsi baik serta sinergi politik-ekonomi untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Tentu saja, pemerintahan baru harus menyelesaikan permasalahan yang sekarang ini kita hadapi, seperti mengatasi besarnya subsidi bahan bakar minyak (BBM), belum memadainya pembangunan infrastruktur, mengatasi defisit neraca berjalan yang kemungkinan akan lebih besar jika program infrastruktur berjalan dengan lebih cepat karena besarnya impor barang modal.

Pemerintahan sekarang ini sebisa mungkin harus menyiapkan transisi, sehingga pemerintahan baru dapat melanjutkannya tanpa banyak melakukan revisi. Rancangan APBN 2015 masih harus disiapkan pemerintahan saat ini, sekalipun pemerintahan baru masih dapat merevisinya pada Juni 2015. Tapi, jika pemerintahan sekarang dapat menyusun APBN yang lebih akomodatif, pemerintahan baru tidak harus banyak mengubahnya.

Peluang ekonomi Indonesia untuk berkembang lebih lanjut sangat terbuka. Demokrasi politik yang sekalipun hiruk-pikuk memberikan partisipasi masyarakat luas menentukan wakilnya dan presidennya secara langsung. Perkembangan demokrasi semestinya sejalan dengan perkembangan ekonomi dan kesejahteraan. Hal ini masih menjadi tantangan kita untuk merealisasikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar