Selasa, 25 Maret 2014

Arsip dan Birokrasi

Arsip dan Birokrasi

Azmi  ;   Direktur Pengolahan Arsip, Arsip Nasional RI
REPUBLIKA,  24 Maret 2014

                                                                                            
                                                      
“Pemerintah tanpa arsip ibarat tentara tanpa senjata, dokter tanpa obat, petani tanpa benih, tukang tanpa alat. Arsip merupakan saksi bisu, tak terpisahkan, andal dan abadi, yang memberikan kesaksian terhadap keberhasilan, kegagalan, pertumbuhan dan kejayaan bangsa."
(RJ Alfaro, Presiden Panama, 1931-1937).

Dalam catatan sejarah perjalanan bangsa Indonesia, Mei 1998 adalah pintu gerbang reformasi di republik ini. Di bidang pemerintahan, reformasi birokrasi menjadi isu penting untuk diwujudkan, mengingat sejarah birokrasi Indonesia telah memberikan andil terhadap kondisi keterpurukan bangsa dalam krisis multidimensi yang berkepanjangan.

Catatan sejarah birokrasi Indonesia telah membuktikan rezim Orde Baru telah membangun budaya birokrasi yang tidak akuntabel dan tidak transparan sehingga menyuburkan praktik KKN. Kemudian Era Reformasi yang diharapkan dapat menjadi momen untuk menciptakan birokrasi yang efektif, efisien, dan terukur sesuai dengan prinsip-prinsip good governance ternyata belum juga dapat terwujud.

Salah satu faktor penyebab rendahnya akuntabilitas dan transparansi birokrasi adalah tidak adanya keinginan kuat untuk mengikis habis inefisiensi dan inefektivitas birokrasi melalui praktik penyelenggaraan kearsipan yang andal. Masalah kearsipan belum dipandang sebagai aspek penting di lingkungan birokrasi Indonesia.

Di beberapa negara yang telah sukses dalam menyelenggarakan reformasi birokrasi, masalah kearsipan merupakan aspek yang signifikan dalam upaya menciptakan birokrasi yang akuntabel dan transparan. Setiap birokrasi dibentuk dengan mandat tertentu berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang melatarbelakangi eksistensi birokrasi.

Setiap birokrasi harus mengimplementasikan suatu sistem pengukuran kinerja yang mencakup sistem pengumpulan dan pengolahan data kinerja serta sistem pengukuran kinerja itu sendiri. Sistem pengumpulan data kinerja yang digunakan birokrasi untuk memperoleh data mengenai realisasi pencapaian kinerja pada periode pelaksanaan tertentu tidak akan optimal tanpa dukungan ketersediaan arsip yang otentik dan reliabel.

Penciptaan arsip pada birokrasi bersifat alami yang lahir atas pelaksanaan fungsi, aktivitas, dan transaksi kerja setiap organ birokrasi. Karena itu, tanpa penciptaan arsip yang baik, sulit kemungkinannya bagi birokrasi untuk menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik sebagai pelayan masyarakat.

Pengelolaan arsip akan menentukan keluaran informasi manajemen sebagai bahan akuntabilitas. Ketika ditemukan ada indikasi korupsi dan kegagalan dalam hal akuntabilitas birokrasi, maka hal ini dapat dihubungkan dengan tata kelola arsip sebagai salah satu variabel penyebabnya. Akuntabilitas birokrasi tidak hanya dalam arti sempit di bidang keuangan yang dilakukan oleh ahli ekonomi dan akuntan, tetapi juga oleh arsiparis profesional. Perhatian penuh terhadap tata kelola arsip diperlukan agar pelaksanaan fungsi, aktivitas, dan transaksi kerja setiap organ birokrasi dapat direkam dan dipelihara dengan baik.

Menurut McKemmish (2005), peran arsip berkaitan dengan akuntabilitas kinerja birokrasi adalah memfasilitasi good governance, mendukung mekanisme akuntabilitas, dan memberikan sumber informasi resmi. Oleh karena itu, sudah sewajarnya saat kita me ngampanyekan akuntabilitas dan transparansi birokrasi, maka bersama itu kita juga harus mengedepankan penyelenggaraan kearsipan pemerintah yang baik.

Kualitas praktik tata kelola arsip di lingkungan birokrasi berelasi dengan tingkat ketersedian arsip sebagai bukti akuntabilitas kinerja birokrasi. Contoh kasus terlihat dari karut-marutnya daftar pemilih tetap (DPT) di KPU, kurang terkendalinya administrasi kependudukan di Kemendagri, masih adanya ketidakjelasan pencatatan aset-aset negara sebagai kekayaan negara di Kementerian Keuangan, dan beberapa instansi pemerintah lainnya.

DPT dan catatan aset negara merupakan arsip yang berkaitan dengan hak konstitusional dan kekayaan negara. Seharusnya instansi tersebut mengelola arsipnya dengan baik agar arsip sebagai bukti akuntabilitas kinerja tersedia setiap saat.

Rendahnya ketersediaan arsip di lingkungan birokrasi mengidentifikasikan tata kelola arsip belum menjadi unsur penting dalam penyelenggaraan reformasi birokrasi. Padahal "Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014" menyebutkan, tujuan reformasi birokrasi adalah terbentuknya birokrasi pemerintahan kelas dunia yang bersih, profesional, transparan, dan akuntabel. Hal ini tentunya berelasi kuat dengan kualitas tata kelola arsip sebagai penyedia data dan informasi manajemen yang otentik dan terpercaya di lingkungan birokrasi. Tata kelola arsip merupakan "ruh" akuntabilitas dan transparansi birokrasi.

Auditor-General of the Commonwealth of Australia (2005) pada suatu kesempatan mencatat bahwa pengelolaan arsip yang buruk mengundang korupsi seperti halnya bangkai mengundang lalat. Di mana pun korupsi, kegagalan transparansi dan akuntabilitas ditemukan, hal ini hampir selalu berkaitan dengan kegagalan dalam praktik pengelolaan arsip sebagai penyebabnya.

Bertolak dari hal tersebut di atas, maka untuk menciptakan sistem, proses kerja birokrasi yang jelas, efektif, efisien, terukur pada akhirnya mengharuskan kepada pemerintah untuk segera mengoptimalkan tata kelola arsip di lingkungan birokrasi pemerintah pusat dan daerah. Tanpa hal ini, maka pemenuhan tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas kinerja dan transparansi birokrasi sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sulit dicapai.

Arsip merupakan rekaman informasi atas pelaksanaan program dan kegiatan birokrasi. Selama program dan kegiatan itu ada, maka selama itu pula arsip ada. Selama masih ada tata kelola arsip yang baik, maka selama itu pula ketersediaan arsip ada. Selama ada ketersediaan arsip, maka selama itu pula akuntabilitas dan transparansi ada. Namun, kalau tidak ada ketersediaaan arsip, maka akuntabilitas dan transparansi menjadi terkubur dan di atas kuburan itu hanya ada inefektivitas, inefisiensi, dan ketertutupan birokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar