Setelah   Jampersal Ibu Hamil di Tangan BPJSRobert Dwitama Adiwinoto  ;   Dokter Umum, Alumnus   Fak Kedokteran Unair  |  
JAWA POS,  21 Maret 2014
|    SEJAK   diterapkan per 1 Januari 2014, pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional   (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan memunculkan   banyak permasalahan. Dampaknya dirasakan tidak saja oleh pasien sebagai   penerima layanan kesehatan, namun juga oleh penyedia jasa layanan kesehatan.  Di luar   polemik JKN yang beredar, kita berpacu dengan waktu menuju 2015 untuk   menuntaskan millennium development goals (MDGs). Menilik ke belakang,   Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut mendeklarasikan MDGs di   hadapan PBB pada 2000. MDGs   merupakan tujuan pembangunan yang disepakati bersama secara internasional.   Targetnya adalah tercapainya kesejahteraan rakyat pada 2015. MDGs dibagi   menjadi delapan butir, satu di antaranya yang paling rumit, yaitu menekan   angka kematian ibu (AKI). Secara   demografis, AKI adalah indikator yang menunjukkan banyaknya kematian   perempuan ketika sedang hamil dan selama 42 hari sejak terminasi kehamilan   yang disebabkan kehamilan atau pengelolaannya dan bukan karena faktor   penyebab lain per 100.000 kelahiran hidup.  AKI   merupakan salah satu ukuran demografis yang penting karena menjadi indikator   pembangunan kesehatan dasar. Selain itu, AKI menggambarkan keadilan sosial   ekonomi terhadap perempuan di suatu negara. MDGs nomor 5, peningkatan   kesehatan ibu, menargetkan pengurangan AKI hingga 75 persen, untuk Indonesia   berkisar 102 per 100.000 kelahiran hidup.  Terobosan yang Gagal  Demi   mencapai target tersebut, pemerintah membuat terobosan pada 2011 berupa   pembiayaan persalinan lewat program jaminan persalinan (jampersal). Jampersal   merupakan kebijakan yang ideal karena melingkupi semua aspek kehamilan dan   persalinan secara paripurna. Ditambah kemudahan peserta untuk memperoleh   pelayanan program jampersal, yaitu cukup menunjukkan kartu identitas diri   beserta buku KIA, program tersebut dapat menjangkau seluruh lapisan   masyarakat.  Tidak   hanya keluarga kurang mampu, kalangan menengah ke atas pun dapat memanfaatkan   pelayanan jampersal bila menghendaki.  Tidak   main-main, dana triliunan rupiah dialokasikan pemerintah untuk menggerakkan   jampersal. Ironisnya, alih-alih mampu menekan AKI, hasil survei demografi dan   kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 mencatat, AKI mencapai 359 per 100.000   kelahiran hidup atau meningkat sekitar 57 persen jika dibandingkan dengan   kondisi pada 2007 yang hanya 228 per 100.000 kelahiran hidup.  Berbagai   spekulasi penyebab kegagalan program jampersal muncul, termasuk di antaranya   ketidakakuratan pencatatan data. Apa pun itu, program jampersal dinilai gagal. Memasuki   era JKN, jampersal sudah tidak berlaku lagi. Tidak sepenuhnya dihapus,   melainkan dilebur ke dalam program JKN. Meski demikian, perlu dicermati   perbedaan jampersal dan pembiayaan persalinan dalam program JKN. Mereka yang   terdaftar sebagai warga kurang mampu lewat program jamkesmas sebelumnya   otomatis masuk dalam program JKN dan dapat menikmati pelayanan serupa   jampersal. Sebaliknya, warga yang tidak terdaftar sebagai peserta jamkesmas   harus mengurus terlebih dahulu keanggotaan JKN melalui BPJS. Kerumitan   bertambah mengingat dalam program JKN, semua pelayanan satu pintu. Pelayanan   primer di tingkat puskesmas atau klinik harus dilalui pasien sebelum dapat   mencapai rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan tingkat lanjut. Terdapat   beberapa puskesmas yang memberikan pelayanan spesialistik terhadap masalah   kedaruratan ibu hamil dan bayi baru lahir 24 jam. Puskesmas yang demikian   disebut sebagai puskesmas PONED (pelayanan obstetri dan neonatal emergency dasar). Masalahnya,   dari total 9.005 unit puskesmas yang tersebar di negeri ini, hanya sekitar   18,6 persen atau 1.600-an puskesmas yang masuk kategori PONED. Bayangkan   besarnya risiko yang harus dihadapi ibu hamil dengan penyulit jika harus   melewati pelayanan primer di puskesmas yang belum siap untuk menangani   kedaruratan ibu hamil. Waktu terus bergulir. Dengan waktu yang tersisa, mampukah infrastruktur   fasilitas layanan kesehatan kita mewujudkan target AKI lewat program JKN ini?   Yang jelas, sudah menjadi tanggung jawab kita bersama menyikapi realitas   kondisi kesehatan bangsa ini dan menjaga martabat Indonesia di mata dunia   sebagai bangsa yang mampu menjaga warga negaranya sendiri, khususnya ibu   hamil, dari ancaman kematian.  ●  | 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar