Senin, 17 Maret 2014

Tantangan Kebangsaan

Tantangan Kebangsaan

Benny Susetyo  ;   Budayawan
SUARA MERDEKA,  15 Maret 2014
                               
                                                                                         
                                                                                                             
NASIONALISME Indonesia adalah buah interaksi antara kesadaran subjektif golongan masyarakat dalam membayangkan "kita" (Indonesia) dan "mereka" di satu pihak; dan kondisi objektif sosial-politik dalam kurun tertentu yang berkembang di masyarakat, di pihak yang lain. Namun, kita perlu memperhatikan mengingat kemunculan berbagai wacana mengenai pentingnya pemupukan kembali kesadaran atas nasionalisme.

Apakah nasionalisme kita telah merosot atau mengalami pergeseran seiring dengan mekarnya globalisasi dan kerja sama internasional? Bagaimana seharusnya nasionalisme diisi pada masa kini? Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) memperingati hari lahir ke-88 Nahdatul Ulama (NU) dengan menggelar tasyakuran bertema ’’Setia Menjaga NKRI’’.

Nahdlatul Ulama adalah organisasi masyarakat terbesar di Indonesia. Karena itu, pemikiran tentang kepemimpinan dan arah ke depan organisasi tersebut pun menjadi bahan pembicaraan umum yang menarik. Sebagai organisasi terbuka dan berpaham pluralis, kontribusi NU tak lagi hanya bagi warga nahdliyin tapi juga bagi bangsa ini. Organisasi itu merupakan aset bangsa yang memiliki kontribusi besar bagi pembangunan peradaban Indonesia.

Karena itu, tak ada lagi alasan untuk menolak NU sebagai bagian utama bangsa ini, untuk menggerakkan, mendorong, dan mengontrol Indonesia, serta menjadikannya sebagai rumah bersama. Pengumandangan gerakan moral secara nasional beberapa waktu lalu menyedot perhatian menegani peranan ormas seperti NU.

Masyarakat bisa melihat bagaimana ormas itu turut berkontribusi menciptakan Indonesia yang bersih dari korupsi. Ia menjadi garda depan gerakan itu hingga kini. Pandangannya bahwa agama adalah kekuatan utama perdamaian, penolakannya atas penyerbuan AS ke Timteng, keikutsertaannya membendung paham terorisme, merupakan sedikit dari banyak kontribusi yang penah diberikan.

Visi ke depan arah dan kepemimpinan PBNU dinilai memiliki peran dalam menentukan dan membawa bukan saja gerbong NU melainkan juga secara lebih luas lagi. Mengembalikan peran NU untuk kembali memperkuat basis warganya dibanding keterlibatannya secara aktif dalam politik pragmatis saat ini menjadi perdebatan hangat. Tentu menjadi pemikiran bersama bahwa orientasi sesaat acap tak pernah menguntungkan dalam jangka panjang. Terlebih bila tidak dilandasi sikap idealis yang tegas dan visioner.

Di luar, semua kelompok masyarakat, sebagaimana halnya NU, menghadapi persoalan tidak ringan. Kemelut dan kolaborasi pemegang kekuasaan dengan pemilik modal terbukti paling sering menjadikan rakyat kecil sebagai korban. Rakyat kecil acap dijadikan alasan peningkatan kesejahteraan, walau kenyataannya justru mereka jadi korban di tengah keserakahan dan keangkuhan segelintir elite.

Persoalan itu sudah disadari bersama sebagai persoalan utama. Terlampau banyak kebijakan yang berorientasi bukan kepada rakyat kecil. Rakyat kecil tertindas oleh kebijakan yang seolah-olah pro-poor, namun kenyataannya membelenggu. Dalam konteks itu, kita semua,  sebagai anak bangsa, harus hidup dan berjuang supaya keselamatan dan kesejahteraan masyarakat tetap diprioritaskan.

NU memiliki tugas menjadi penyeimbang dua arus besar dewasa ini, politik yang dikelola tanpa nurani dan kapital yang ingin menggelembungkan dirinya. Nahdliyin juga diharapkan sebagai wadah kembali bertemunya anak-anak bangsa, yang masih memiliki harapan keterwujudan Indonesia sebagai rumah bersama.

Keadaban Publik

Artinya, tempat anak-anak bangsa bertemu dan merumuskan gerakan kesadaran masyarakat dalam mengembangkan keadaban publik. Setidak-tidaknya isu inilah yang bisa menjadi pemikiran bersama untuk mendorong NU sebagai organisasi, yang mampu mengembangkan wawasan keimanan Islam sebagai rahmat bagi semua. Organisasi sosial kemasyarakatan yang didirikan dalam kekokohan tradisi ini bisa menjadi cermin kebangsaan.

Cita-cita untuk menjadikan Indonesia sebagai rumah bersama, akan membuat kalangan minoritas merasa nyaman berkehidupan sekaligus bekerja sama. Toleransi keagamaan merupakan pangkal pokok yang bisa kita lihat dari NU, dan bahkan kini menjadi saripati gerakan kaum mudanya di berbagai daerah. Tidak perlu lagi menjelaskan bahwa NU merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai. Pandangan keagamaannya menjadi jangkar yang dapat mengokohkan bangsa ini.

Tak melebih-lebihkan pula bila NU dalam sejarahnya mampu berperan sebagai kekuatan sosial berbasis agama dengan visi kebangsaan yang kokoh. Salah satu momentumnya adalah tahun 1984 ketika menyatakan bahwa NKRI adalah final, dan Pancasila menjadi dasarnya. Hal itu dapat dilihat sebagai perkembangan yang tak ternilai harganya.

Karena itu, tantangan terbesar bangsa ini, sebagian besar juga menjadi tantangan NU, sebagai pilar kebangsaan. Kemiskinan, pengangguran, KKN, radikalisme agama, demokratisasi merupakan isu-isu pokok kebangsaan yang butuh sentuhan khusus dengan dasar pandangan plural, sebagaimana dimiliki NU. Perlu kembali memperkuat berbagai gerakan pengokohan masyarakat sipil demi pemulihan kembali kesadaran hidup bermoral dan bermartabat.

Beberapa hal yang bisa didiskusikan dalam konteks ini adalah bagaimana supaya NU tetap bisa menjadi garda depan dan mengajak semua komponen bangsa ini untuk menjadi agen perubahan yang mampu menjadi jangkar kehidupan bangsa ini. Selain itu, tetap menjaga roh pluralisme dan keindonesiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar