Jumat, 03 Februari 2012

Apa Salahnya Memakai Nama Esemka?

Apa Salahnya Memakai Nama Esemka?
Ibnu Hamad, PRAKTISI KOMUNIKASI, PENULIS BUKU  KOMUNIKASI SEBAGAI WACANA
Sumber : SINDO, 4Februari 2012



Tulisan Mbak Amelia E  Maulana,PhD,berjudul  “Urgent: Ganti Nama  Esemka” di harian ini Rabu 18  Januari 2012 menarik dan perlu  ditanggapi guna pengayaan  makna atas kehadiran mobil  buatan siswa-siswi SMK tersebut. 

Selaku pakar di bidang merek  (brand),dia memiliki alasan  tersendiri mengenai pentingnya  penggantian nama Esemka.  Tujuannya agar merek yang  baru itu,walaupun ia sendiri belum  mengajukan satu pun penggantinya,  jauh dari asosiasiasosiasi  negatif dan bisa diterima  di dunia internasional.  Argumentasi keniscayaannya  dia awali dengan mengutip  pendapat pujangga William  Shakespeare: “Apalah arti sebuah  nama? A rose by any other  name would smell as sweet––biar  diganti namanya sekalipun,mawar  akan tetap berbau harum.”  Kalaulah Mbak Amelia  sungguh-sungguh menghayati  pernyataan Shakespeare ini,  justru nama Esemka tidak perlu  diganti sama sekali.

Biarkan  saja apa adanya.Toh,apalah arti  sebuah nama? Yang penting bau  harumnya,dalam hal ini penampilan  dan kualitas mobil.  Mbak Amelia sendiri mengajukan  tiga alasan (tiga tip)  guna penggantian nama Esemka.  Di bawah ini saya ringkaskan  tiga tip tersebut dan saya  mencoba memberinya pengayaan  secara berurutan.  Tip pertama, menjauh dari  nama SMK. Alasannya: SMK  (dibaca Esemka) adalah sekolah  yang sarat dengan praktik  untuk siswa. Memberikan  label yang diucapkan sama  bunyinya dengan SMK akan  mengingatkan calon pembeli  bahwa produk ini adalah produk  praktik.

Hemat saya, sekurangkurangnya  ada tujuh keuntungan  dengan tetap menggunakan  nama Esemka. Pertama,nama  ini orisinal Indonesia mengingat  singkatan SMK untuk  sekolah menengah kejuruan  itu hanya ada di Indonesia. Ini  akan menjadi identitas merek  (brand identity) yang khas  Indonesia.  Kedua, nama Esemka menjadi  salah satu bukti bahwa  pendidikan memiliki pengaruh  yang signifikan bagi kemajuan  teknologi nasional.  Apalagi produk SMK bukan sebatas  mobil,tetapi juga laptop,  in focus, kapal laut hingga pesawat  terbang.

Ketiga, nama Esemka menjadi  jaminan bahwa para lulusan  sekolah kejuruan merupakan  tenaga kerja terampil yang  siap bekerja di mana saja dalam  bidang apa pun.  Keempat, nama Esemka telah  menaikkan citra SMK.SMK  juga memberi peluang bagi  para lulusannya untuk melanjutkan  ke perguruan tinggi seperti  rekan-rekannya dari SMA.  Kelima,nama Esemka akan  mendorong lahirnya iklim yang  kompetitif di antara lembaga  pendidikan yang relatif sejenis,  terutama dengan jenjang  yang lebih tinggi, untuk  melahirkan produk-produk  terbaik mereka.

Sekarang saja  sudah mulai muncul jargon:  anak SMK saja bisa, masa perguruan  tinggi tidak bisa?  Keenam, nama Esemka  menjadi jaminan keberlanjutan  produksi mobnas karena ia  melekat dengan pelaksanaan  pendidikan. Selama sistem  pendidikan kita berjalan,yang  di dalamnya ada SMK, selama  itu pengkajian dan pembuatan  mobnas akan berlanjut.  Ketujuh, nama Esemka menunjukkan  bahwa pengembangan  mobnas melalui SMK  bukanlah proyek sesaat; melainkan  menjadi bagian dari  strategi nasional untuk kemajuan  bangsa yang melekat  dalam sistem pendidikan  nasional.

Tip kedua. Pilih nama yang  bisa diterima di dunia internasional.  Untuk itu perlu nama  yang cukup “enak” dan “bunyi”  di telinga pasar internasional.  Pertanyaannya, apa sih  ukurannya internasional itu?  Apakah benar yang “enak”dan  “bunyi” di telinga pasar internasional  itu berarti harus selalu  memakai nama yang kebarat-  baratan? Kiranya tidak  selalu. Lagipula, tren branding  yang berbasis etnografis dewasa  ini kian mendapat tempat  di hati konsumen.  Lebih krusial lagi, salah  satu aspek penting dari nama/  brand adalah aktivitas pengomunikasiannya.

Nama keren  perlu, tetapi brand yang biasabiasa  saja (maaf, bahkan kampungan  sekalipun) akan menjadi  terbiasa di telinga orang  jika dilakukan publisitas secara  optimal.  Tip ketiga. Cari nama yang  gampang diingat dan disukai.  Alasannya: seorang teman merespons  status FB saya dengan  komentar,“Aku kira lagi  ngebahas SMK alias sekolah  menengah kejuruan (zaman  baheula)....”Dengan tujuan pelesetan,  nama Esemka disejajarkan  dengan Espege (kependekan  dari sales promotion girl).  Jelas nama Esemka gampang  diingat.

Buktinya, nama  ini terus menjadi buah bibir  sejak awal kemunculannya.  Pro-kontra mengenai mobil ini  di antara para pesohor politik  dari level wali kota, gubernur,  menteri hingga presiden kian  menambah besar nama Esemka.  Di tangan para politikus,  termasuk kalangan DPR,nama  Esemka mencuat bagaikan  hendak menembus langit Nusantara.  Ditambah pula nama  Esemka selaku tanda (sign) secara  semiotis memiliki petanda  (signifier) yang amat  banyak, yaitu SMK-SMK yang  tersebar di seluruh pelosok  Tanah Air.

Soal disukai, tampaknya  sangat gegabah hanya karena  seorang kawan berkomentar  yang rada miring di FB, lantas  menyebut nama Esemka tidak  disukai. Dalam jejaring media  sosial,jumlah pengikut adalah  hal yang sangat penting.Kalau  baru satu dua saja belum bisa  dijadikan indikator. Puluhan  atau ratusan saja belum dapat  dipakai sebagai ukuran.Hanya  kalau mengantongi angka  ribuan baru diperhitungkan.  Lebih kuat lagi kalau hitungannya  adalah puluhan ribu,ratusan  ribu,jutaan,dan seterusnya.

Dari tiga pengayaan tersebut,  jelaslah nama Esemka  sudah memenuhi sebuah merek  yang dipersyaratkan oleh  para pakar merek/brand: memiliki  identitas merek tersendiri,  mudah diingat dan  ditiru untuk diucapkan, serta  cepat populer. Lebih dari sekadar  nama, kini yang penting  diperhatikan adalah penampilan  dan kualitas produk serta  pemenuhan seluruh standar  yang diperlukan sebagai mobil  yang diproduksi secara massal.

Tak kalah pentingnya, kita  tempatkan Esemka ini dalam  semangat nasionalisme entah  itu dalam bentuk pendanaan,  pemasaran, penggunaan, ataupun  sekadar sebutir pujian.  Hanya dengan cara inilah pengembangan  mobnas Indonesia  akan berjalan dengan baik sebagaimana ditempuh oleh bangsa  Jepang,Korea, China, ataupun  Malaysia. Mereka bangga  dengan karyanya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar