Selasa, 07 Februari 2012

Teori Makan Bubur Panas


Teori Makan Bubur Panas
Herie Purwanto, DOSEN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEKALONGAN (UNIKAL)
Sumber : SUARA MERDEKA, 7Februari 2012


"Kini bila benar tidak ada perpecahan, mestinya tidak sulit bagi KPK membuka tabir kasus suap wisma atlet "

PENETAPAN Wasekjen Partai Demokrat Angelina Sondakh sebagai tersangka dalam kasus suap wisma atlet SEA Games oleh KPK disebut-sebut bakal menjadi pintu masuk bagi tersangka lain. Penetapan yang disampaikan langsung Ketua KPK Abraham Samad Jumat pekan lalu, meski oleh sementara pihak dianggap bentuk keberanian komisi itu, pegiat antikorupsi menganggap hal tersebut sudah semestinya dilakukan sejak awal tertangkapanya mantan bendahara umum partai tersebut.

Kesaksian dalam BAP Nazaruddin dan juga keterangan beberapa saksi di bawah sumpah di depan persidangan, menurut KUHAP sudah bisa dikategorikan sebagai salah satu alat bukti sah. Keterangan itu baik kesaksian Nazaruddin (sejak Desember 2011), Mindo Rosalina Manullang (Januari 2012), Yulianis (Januari 2011), maupun Luthfi (Januari 2011). Keterangan para saksi, jelas-jelas menyebut nama Angie, I Wayan Koster, dan beberapa nama petinggi Demokrat (SM, 04/02/12). Nama-nama itulah menurut pegiat antikorupsi, sudah selayaknya ditetapkan sebagai tersangka.

Apa yang terjadi di KPK sehingga untuk penetapan nama-nama yang disebutkan berulang-ulang dalam persidangan Nazaruddin terkesan berlarut-larut? Sampai ada pihak meniupkan isu ada perpecahan antarpimpinan KPK? Abraham Samad menepisnya dengan mengatakan hal itu perbedaan pendapat dan tiap keputusan yang diambil merupakan keputusan kolektif kolegial.

Kini, bila benar tidak ada perpecahan, mestinya tak sulit bagi KPK membuka tabir kasus suap wisma atlet. Ataukah KPK tengah menerapkan teori makan bubur panas, artinya pelan tapi pasti, berawal dari penetapan Angie, nantinya menyusul tersangka lain, dan akhirnya bisa menetapkan big fish-nya. 

Dalam teori pembuktian, acapkali penyidik bersilangan dengan pendapat umum. Secara teori dan logika hukum, seringkali sebuah tindak pidana disebut telah terang-benderang, tersangka sudah di depan mata, namun fakta hukumnya penyidik sulit menemukan dua alat bukti, sebagai salah satu syarat minimal menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Bukti Keseriusan

Logika inilah yang juga dihadapi Mabes Polri dalam kasus dugaan surat putusan palsu MK. Publik begitu yakin, beropini, bahkan berapriori, mengapa Andi Nurpati tak juga ditetapkan sebagai tersangka. Kapolri Jenderal Timur Pradopo menjelaskan kendala utama menetapkan Nurpati, meskipun telah melalui beberapa kali gelar perkara, belum juga menemukan alat bukti yang bisa menjeratnya sebagai tersangka. Mungkinkah ada upaya membuat kabur perkara?

Bila benar telah dilakukan gelar perkara, mustahil sebuah perkara akan dikaburkan. Mengapa? Dalam gelar perkara, penyidik membedah secara detail langkah-langkah atau legal action yang telah dilakukan. Peserta gelar tidak hanya dari penyidik, namun juga melibatkan ahli, pengawas penyidik, sampai jaksa penuntut umum. Keterlibatan pihak-pihak di luar penyidik inilah yang bisa menjadi garansi sebuah perkara dibedah secara transparan atau tidak.

Dengan gambaran seperti ini, logis bila penulis berpendapat KPK saat ini menerapkan teori pembuktian ala makan bubur panas. Komisi itu tidak langsung menyentuh bagian tengah bubur yang jelas-jelas masih panas tetapi memakannya dari pinggir hingga akhirnya ke bagian tengah yang nantinya sudah tidak lagi panas. Targetnya, memakan semua bubur itu.

Menjadikan Angie sebagai tersangka, menunjukkan KPK serius menangani kasus ini. Lebih-lebih sudah ada jaring-jaring yang ditebar KPK untuk menetapkan tersangka lainnya yang ditunjukkan dengan permintaan ke Kemenkumham mencegah Wayan Koster pergi ke luar negeri. Kunci dari penetapan nama-nama tersangka baru, selain KPK harus steril dari kepentingan politik, perlu alat bukti sah yang tidak bisa dielakkan oleh mereka, meskipun di media sekarang ini mereka berkesan sebagai pihak tidak bersalah. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar